JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Dampak perang Rusia-Ukraina menimbulkan guncangan dunia, alias ketidakstabilan global. Sehingga perlu diwaspadai dampak geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi akibat perang tersebut. “Karena itulah dampak tersebut tidak saja akan berpengaruh pada sektor ekonomi seperti energi, namun juga pada sektor pangan,” kata
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid dalam diskusi virtual bertajuk “Posisi Indonesia dalam Konflik Rusia-Ukraina” yang digelar Partai Gelora Indonesia, Rabu (9/3/2022).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua umum Partai Gelora, Anis Matta sebagai keynote speaker, Dr. Rizal Sukma (Mantan Duta Besar Indonesia Untuk Inggris Tahun 2016 s/d 2020) dan Pengamat Militer Dan Pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie. “Pasalnya, akibat belum jelas tanda-tanda kapan konflik akan berakhir. Benturan kepentingan antar negara dan perebutan akses energi tidak bisa dianggap remeh, katanya.
Menurut Mutya, perlunya kewaspadaan itu adalah akibat perubahan geopolitik global sebagai akibat dari struktur keamanan regional yang berubah selain benturan kepentingan antarnegara dan perebutan akses energi.
Politisi Golkar ini mengakui sejauh ini dampak langsung dari konflik Rusia-Ukraina masih berskala regional. Akan tetapi bukan tidak mungkin juga akan berdampak pada ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. “Harapan pemulihan ekonomi Indonesia akibat pandemi tentu akan makin jauh akibat perang Rusia-Ukraina,” terangnya.
Pada bagian lain dalam diksui tersebut, Meutya mengatakan bahwa Indonesia meski menginisiasi penyelesaian damai dalam forum Asean dan presidensi G-20 untuk mempercepat penyelesaian konflik dua negara bertetangga itu.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta mengatakan tidak ada proyeksi jangka pendek bahwa konflik bersenjata bisa diselesaikan. “Eskalasinya akan terus meningkat. Konflik ini akan panjang dan tatanan globsal akan rusak seperti yang terjadi pada Perang Dunia II.
Terkait soal dampaknya pada Indonesia, Anis mengaku khawatir dengan kenaikan harga BBM yang sudah terjadi di banyak tempat. Demikian juga dengan harga pangan karena sebagian kebutuhan pokok itu termasuk komoditas impor. “Tingkat keamanman kita rapuh sebagaimana komponen kenaikan harga sembako lainnya. Kita mengalami residu itu, sementara konfliknya terbuka,” ujarnya dalam diksui virtual tersebut. ***
Penulis : Arpaso
Editor : Budiono