JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-PT.Japfa Comfeed Indonesia Tbk (Japfa) melaporkan bahwa laba usaha turun menjadi Rp2,75 triliun pada 2022. Padahal sebelumnya laba mencapai Rp3,52 triliun pada 2021. Meski begitu, Japfa berhasil meraup penjualan bersih senilai Rp48,97 triliun pada 2022, atau naik dari sebelumnya sebesar Rp44,88 triliun pada 2021. “Ditinjau dari kontribusi penjualan kotor per segmen usaha, divisi perunggasan penyumbang terbesar penjualan dengan persentase mencapai 89 persen dari total,” kata Direktur Japfa, Leo Handoko Laksono di Jakarta, Rabu, (5/4/2023).
Lebih jauh Leo Handoko menjelaskan divisi pakan ternak menjadi pendukung utama laba perseroan, yang mana pembagian persentase penjualan tersebut tidak jauh berbeda dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. “Selain itu, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga turun menjadi Rp1,42 triliun pada 2022, dari sebelumnya Rp2,02 triliun pada 2021,” ujarnya.
Pihaknya, kata Leo, penurunan laba tersebut salah satunya disebabkan oleh kondisi eksternal, terkait dengan permasalahan rantai pasok dan tingginya harga bahan baku. “Kondisi eksternal tersebut menyebabkan beban pokok penjualan emiten berkode saham JPFA ini meningkat 12 persen year on year (yoy) menjadi sebesar Rp41,3 triliun pada 2022,” paparnya.
Lebih lanjut, perseroan mencatatkan EBITDA sebesar Rp3,86 triliun pada tahun 2022, dari sebelumnya sebesar Rp4,54 triliun pada tahun 2021, dan total aset naik menjadi Rp32,69 triliun pada tahun 2022, dari sebelumnya Rp28,59 triliun pada tahun 2021.
Dia menyampaikan langkah lain yang diambil perseroan dalam perjalanan keberlanjutan dibuktikan dengan diperolehnya Sustainability-Linked Loan (SLL) dari PT.Bank Negara Indonesia Tbk (Persero) atau BNI senilai Rp1,425 triliun. Adapun, fasilitas kredit bilateral tersebut merupakan yang pertama dalam Grup Japfa, setelah pada 2021 lalu menerbitkan Sustainability-Linked Bonds (SLB).
Kemudian, perseroan semakin memantapkan praktik berkelanjutan melalui pengembangan survei terhadap pemasok, serta Social Life Cycle Assessment (SLCA) terhadap peternak mitra. “Kami juga terus berupaya untuk meningkatkan penetrasi produk seraya melakukan upaya edukasi mengenai pentingnya protein hewani bagi kesehatan, sejalan dengan program Pemerintah untuk mengurangi gizi buruk dan stunting,” pungkasnya Leo. ***
Penulis : Budiana
Editor : Budiana
