JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa animo perusahaan untuk menghimpun dana di pasar modal masih tinggi. Hal ini tercermin dari sekitar 61 perusahaan perusahaan yang siap menggelar IPO di pasar modal dengan nilai sebesar Rp27,58 triliun. “Minat untuk penghimpunan dana di pasar modal masih terjaga tinggi,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi, Kamis (3/11/2022).
Lebih jauh Inarno menjelaskan sampai dengan 25 Oktober 2022, terdapat 99 rencana penawaran umum, dengan nilai sebesar Rp83,82 triliun. Selain IPO, juga terdapat 22 rencana penawaran umum terbatas (PUT) dengan nilai mencapai Rp 37,20 triliun. Kemudian, terdapat 6 rencana penawaran umum efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS) dengan nilai sebesar Rp 6,30 triliun, serta 11 penawaran umum berkelanjutan EBUS (PUB EBUS) tahap I, II, dan seterusnya senilai Rp 12,24 triliun.
Adapun sampai dengan 25 Oktober kemarin, OJK mencatat realisasi penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 190,89 triliun. Tercatat sejak awal tahun telah terdapat 42 aksi IPO dengan nilai sebesar Rp 21,05 triliun.Lalu, terdapat 24 aksi PUT dengan nilai Rp 31,08 triliun, 16 EBUS senilai Rp 25,43 triliun, dan 92 PUB EBUS Tahap I, II, dan seterusnya senilai Rp 113,33 triliun.
Namun Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar sempat mengaku saat ini pasar modal terpapar sentimen global. Hal ini tercermin dari terbatas pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode Oktober 2022. “Tekanan terhadap pasar keuangan global juga sudah mulai berdampak pada pasar saham domestik,” ujarnya.
“Ini tercermin dari penguatan terbatas pasar saham domestik yang hanya sebesar 0,10 persen pada Oktober sampai dengan 25 Oktober, yang juga diikuti oleh penurunan nilai dan frekuensi transaksi,” tambahnya.
Oleh karena itu, kata Mantan Wamendag, pihaknya mempersiapkan sejumlah langkah. Pertama, mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menjaga volatilitas pasar. “Di antaranya pelarangan transaksi short selling dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG sebesar 5 persen,” terangnya.
Kedua, lanjut Mahendra, OJK melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap kinerja industri reksa dana untuk memastikan mekanisme redemption di industri reksa dana dapat tetap berjalan teratur di tengah gejolak suku bunga pasar dan meningkatnya risiko likuiditas di pasar keuangan.
Ketiga, pihaknya akan mengevaluasi eksposur valuta asing termasuk pinjaman komersial luar negeri di lembaga jasa keuangan (LJK). Langkah ini ditempuh di tengah tren penguatan dollar AS. ***
Penulis : Eko
Editor : Eko