JAKARTA – Sikap reaksioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pansus angket KPK yang dibentuk oleh DPR-RI mengundang pertanyaan dan kecurigaan. Karena KPK adalah kategori lembaga negara yang wajib tunduk, taat dan patuh pada keputusan DPR yang dimandatkan oleh Konstitusi (UUD) dan perundang-undangan dalam melakukan penyelidikan terhadap institusi negara yang melaksanakan UU itu sendiri.
“KPK jangan menjadi institusi arogan yang merasa paling benar, mengangkangi, dan menginjak-injak konstitusi dan perundang-undangan negara yang berlaku,” demikian anggota Pansus Angket KPK FPDIP DPR RI Masinton Pasaribu pada wartawan di Jakarta, Minggu (18/6/2017).
Hak Angket kata anggota Komisi III DPR RI itu adalah perintah konstitusi yang dimiliki oleh DPR dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasannya untuk melakukan penyelidikan. Pasal 20A ayat 1 dan 2 UUD Negara RI, serta teknis pembentukan Pansus Hak Angket DPR-RI diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Serta Peraturan DPR-RI.
Sejak awal DPR berkomitmen membentuk pansus Hak angket KPK bukan untuk menyelidiki penanganan perkara yang ditangani oleh KPK. Hak angket sebagai Hak pengawasan tertinggi DPR-RI ditujukan untuk melakukan penyelidikan atas Pelaksanaan perundang-undangan yang dilakukan oleh KPK. Seperti pelaksanaan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi. Serta UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Karena itu kata Masinton, sikap reaktif dan arogansi KPK sudah di luar batas kepatutan. Dimana dukungan publik dimanipulasi oleh KPK untuk mengangkangi dan menginjak-injak konstitusi dan perundang-undangan sebagai dasar kepatuhan kita bernegara dan wajib dipatuhi seluruh warga negara dan institusi negara Indonesia.
“KPK telah memberikan contoh yang tidak patut dalam ketatanegaraan kita. Dan, langkah semena-mena KPK yang menabrak rambu-rambu ketatanegaraan ini harus kita hentikan bersama. KPK sebagai institusi penegak hukum harusnya menjadi tauladan kepatuhan dan taat pada konstitusi dan perundang-undangan sebagai dasar hukum kita bernegara dan berbangsa,” ujarnya.
“Kalau bersih, kenapa rishi, kalau benar, kenapa takut? Berani jujur itu hebat, jujur dong…!!” pungkas Masinton.