Perbankan

Dinamina Berubah Cepat, Industri Perbankan Diingatkan Banyak Tantangan

Dinamina Berubah Cepat, Industri Perbankan Diingatkan Banyak Tantangan
Mata uang dolar dan rupiah/Sumber Foto: Dok Media Indonesia

JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM– Industri perbankan nasional harus makin  lincah dalam menghadapi tantangan dan peluang ekonomi di masa depan, sehingga kondisi ekonomi Indonesia semakin terjaga. Pasalnya, dinamika ekonomi dan keuangan berubah cepat, baik di tataran global juga nasional. “Hal itu tentunya membuka tantangan dan peluang besar bagi industri perbankan,” kata Ketua Bidang Organisasi Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Hery Gunardi di Jakarta, Minggu (4/8/2024).

Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan PDB dunia tahun ini diproyeksikan sekitar 3,2 persen atau sama dengan tahun lalu, namun masih lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2021 dan 2022 yang masing-masing 6,5 persen dan 3,5 persen.

Selaian itu, Hery mengingatkan eskalasi geopolitik menambah ketidakpastian yang membayangi prospek ekonomi di masa depan.
“Menghadapi ketidakpastian ekonomi dan politik global, beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS), mengadopsi kebijakan suku bunga tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama atau higher for longer,” terangnya lagi.

Lebih jauh Hery yang juga merupakan Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menambahkan bahwa ketidakpastian pada arah kebijakan moneter dan fiskal global juga terus menguat mengingat sejumlah negara pada tahun ini dan tahun depan, termasuk AS, menyelenggarakan pemilihan presiden.

Meski begitu, World Bank dan IMF memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh 5,0 persen pada 2024 sementara Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Tanah Air berada di rentang 4,7 persen hingga 5,5 persen di tahun ini.

Hery menjelaskan, konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap kuat meski terindikasi sedikit menurun pada kuartal II 2024, terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen dan retail sales yang tumbuh relatif lebih lambat. Investasi juga diperkirakan tetap kuat sejalan dengan PMI Manufaktur yang tetap berada pada zona ekspansif.

Di tengah kondisi suku bunga tinggi, Hery mengatakan likuiditas secara makro menurun namun tetap memadai yang terindikasi dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang turun tetapi tetap tinggi.

Dengan likuiditas yang masih memadai secara makro, kata dia, hal ini mendorong intermediasi perbankan tetap tumbuh solid karena didukung kebijakan makroprudensial yang akomodatif.

Namun, terdapat tantangan yang dihadapi perbankan seiring dengan pertumbuhan kredit berupa risiko peningkatan non-performing loan (NPL) sehingga penyaluran kredit harus terus dipantau. Selain itu, tantangan likuiditas terutama terkait pendanaan (funding) perbankan perlu terus dicermati untuk ke depannya.

Berdasarkan data BI, penyaluran kredit pada Juni 2024 tumbuh tinggi sebesar 12,36 persen secara tahunan (year on year/yoy), didorong kuatnya sisi penawaran dan permintaan terutama ditopang kredit korporasi. Sedangkan DPK tumbuh 8,45 persen yoy pada periode yang sama. Adapun loan to deposit ratio (LDR) tercatat di level 85,74 persen.

Hery memperkirakan, imbal hasil dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sangat menarik sebagai upaya untuk stabilisasi nilai tukar rupiah. Penerbitan SBN pun tinggi mengingat banyaknya surat berharga negara yang jatuh tempo hingga tiga tahun ke depan.

Oleh sebab itu, kata dia, perbankan perlu terus berinovasi untuk menarik pendanaan (funding) yang selanjutnya digunakan untuk penyaluran kredit. Hery pun mengingatkan adanya potensi peningkatan cost of fund (CoF) perbankan yang berpotensi berdampak pada net interest margin (NIM) perbankan yang menyempit.***

Penulis : Iwan Damiri
Editor   : Kamsari

 

BERITA POPULER

To Top