JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Masyarakat Kabupaten Dairi menolak operasional perusahaan tambang seng milik swasta, PT. DPM. Alasannya masyarakat khawatir dengan kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana alam. “Kami mengirim surat kepada Komisi II DPR dan menolak terbitkan ijin operasi produksi PT. DPM oleh Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM),” kata Pemimpin Gereja terbesar di Sumatera Utara, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Ephorus Robinson Butarbutar dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (15/6/2021).
Perusahaan tambang PT.DPM ditengarai memiliki wilayah konsesi tambang seluas 24.636 hektar,
yang merupakan perusahaan patungan Bumi Resources Mineral denga perusahaan asal Tiongkok, NFC. Berdasarkan penelusuran lapangan, lokasi pembangunan Bendungan Tailing itu, terdapat bangunan Gereja HKBP Sikhem Sopo Komil, Kabupaten Dairi, sehinga terancam direlokasi.
“HKBP menolak relokasi HKBP Sikhem Sopo Komil untuk kepentingan pembangunan fasilitas penyimpanan limbah (TSF),” ujarnya.
Menurut Robinson Butarbutar, mengingat keberadaan dari Bendungan Tailing yang dibangun berada sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Maka ini membuat rawan lingkungan. “Tempat limbah kenapa dibuat dekat dari rumah rakyat, Bagaimana kalau Bendungan Tailing itu pecah? Bagaimana kalau kami semua mati?”
Sementara itu, salah seorang warga, Mariati br. Tohang mengungkapan rasa keprihatinannya. “Kami hidup bukan dari pertambangan, di kampung kami banyak penghasilan, semua tanaman bisa tumbuh di daerah kami, maka kami tidak membutuhkan tambang, kami sudah hidup aman disini,” ujarnya lagi.
Ditempat terpisah, Ketua Panja Tanah Komisi II DPR Junimart Girsang yang dikonfirmasi wartawan, menegaskan pihaknya telah mengagendakan kunjungan kerja guna menyikapi permasalahan tersebut. “Kita akan melakukan Kunker ke TKP untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, kata Junimart menjelaskan Komisi II DPR juga akan melihat langsung permasalahan penggunaan lahan hutan yang dikelola perusahaan swasta, PT.GR di Desa Parbuluan dan Sumbul Kabupaten Dairi. Karena tanah itu diklaim masyarakat sebagai lahan pertanian dan permasalahan tanah masyarakat dengan PTPN IV Bah Jambi di Kabupaten Simalungun,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Junimart, kunjungan kerja itu sudah dilakukan 5 April 2021, dimana Komisi II DPR telah melakukan rapat dengar pendapat umum di DPR dengan para korban dan tokoh masyarakat di sekitar tambang, masyarakat desa Parbuluan-Sumbul dan masyarakat Bah Jambi. “Ini juga menindaklanjuti hasil rapat dengar pendapat umum yang sebelumnya telah kita lakukan bersama para korban dan tokoh masyarakat,” jelasnya.**