JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah melalui kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk konsisten dalam melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dijadikan area perkebunan oleh masyarakat dan korporasi secara ilegal.
Hal ini disampaikan mantan wakil gubernur Bengkulu itu menyusul adanya Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RUHL) KLHK yang mencapai 12,23 juta hektare (ha). Rehabilitasi ini merupakan langkah KLHK dalam menjaga dan mengendalikan lingkungan dalam waktu jangka panjang dengan berpedoman pada Peraturan Menteri LHK Nomor 23 Tahun 2021.
“Pemilihan kawasan hutan yang salahgunakan secara ilegal harus menjadi bagian dari upaya konkret pemerintah dalam mengendalikan laju perubahan iklim. Bagaimanapun Indonesia memiliki masalah serius terkait Isu Deforestasi dan konversi lahan”, ujar Sultan, pada Kamis (21/9/2023).
Menurutnya, rencana rehabilitasi hutan dan lahan ini harus dilakukan secara nasional dan merata di setiap perkebunan komoditi yang terindikasi dilakukan secara ilegal pada kawasan hutan. Baik pada perkebunan rakyat maupun perkebunan milik korporasi.
“Kami menantang KLHK untuk konsisten melakukan penertiban atau rehabilitasi kawasan hutan tanpa pandang bulu. Meskipun terdapat aturan lainnya yang memungkinkan dilakukan pemutihan terhadap perkebunan kelapa sawit yang dilakukan pada kawasan hutan produksi,” ujarnya.
Jangan sampai lanjut Sultan, agenda rehabilitasi hutan dan lahan KLHK hanya menyasar perkebunan rakyat yang dilakukan pada kawasan hutan. Sementara perkebunan kelapa sawit korporasi justru dilindungi dengan peraturan pemutihan lahan hutan sebagai sanksi administrasi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi juga sudah menerbitkan Keputusan Presiden nomor 9 tahun 2023 tentang Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Pemerintah berencana menyelesaikan persoalan sawit di kawasan hutan melalui mekanisme Pasal 110A dan 110B Undang-undang Cipta Kerja.
Berdasarkan beleid tersebut, perusahaan yang kegiatan usahanya sudah terbangun di wilayah hutan produksi, bisa mengajukan pelepasan atau pemutihan. Artinya, korporasi bisa tetap beroperasi setelah membayar denda administratif.
Penulis: M Arpas
Editor: Kamsari