JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Pemerintah mengungkapkan kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mengalami kenaikkan 5,5 persen mencapai Rp302,1 triliun sepanjang semester I-2023. Adapun jumlah tersebut menandai adanya pertumbuhan positif dengan capaian 68,5 persen dari total target anggaran 2023. “Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP mencapai Rp302,1 triliun, ini tumbuh 5,5 persen dari tahun sebelumnya,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Senin, (24/7/2023).
Lebih jauh Ani-sapaan akrabnya menjelaskan bahwa pada 2022, pertumbuhan PNBP tercatat cukup tinggi di level 38,4 persen dikarenakan adanya normalisasi serta koreksi harga komoditas pasca COVID-19. Kemudian, PNBP dari sektor sumber daya alam (SDA) Migas tercatat Rp60,1 triliun sepanjang semester I 2023. Sektor tersebut mengalami kontraksi 19,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat Rp75,0 triliun.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan kontraksi itu diakibatkan penurunan Indonesian Crude Price (ICP) dan lifting minyak bumi. Lain halnya dengan pendapatan SDA Nonmigas yang tercatat meningkat 94,7 persen dari Rp40,2 triliun pada semester I 2022, menjadi Rp78,3 triliun pada semester I 2023. Peningkatan tersebut disebabkan penyesuaian tarif iuran produksi atau royalti batu bara dengan berlakunya PP Nomor 26 Tahun 2022. “Di Tahun 2022, untuk Nonmigas terutama mineral kita lihat penerimaan PNBP kita masih cukup tinggi yaitu Rp78,3 triliun, ini terutama karena bukan harga batubara naik karena menurun tapi karena adanya tarif iuran produksi dan royalti batubara yang disesuaikan jadi ini bukan merefleksikan harga komoditas mineral,” ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) semester I 2023 yang mencapai Rp42,4 triliun. Realisasi utamanya disumbang dari setoran dividen BUMN perbankan dan non perbankan. Namun, PNBP lainnya mengalami kontraksi 5,5 persen sebesar Rp83,0 triliun pada semester I 2023. Kontraksi tersebut disebabkan penurunan pendapatan penjualan hasil tambang (PHT) dan belum adanya harga batu bara untuk kepentingan dalam negeri (DMO).
Kemudian dari segi pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) mengalami penurunan 19,8 persen atau tercatat Rp38,4 triliun pada semester I tahun ini. Penurunan utamanya berasal dari pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit. “Penurunan BLU hanya sebesar Rp38,4 triliun, jauh lebih rendah atau kontraksi 19,8 persen dibandingkan tahun sebelumnnya yang juga telah mengalami koreksi tajam 20,6 persen,” pungkasnya.***
Penulis : Budiana
Editor : Budiana