Opini

Pro Kontra Soal Fatwa Haram Wayang

Pro Kontra Soal Fatwa Haram Wayang
Ketua DPP PDIP, Said Abdullah/Sumber Foto: Dokumen Pribadi

*) MH Said Abdullah

Kehidupan keagamaan kita seolah tidak henti dirundung berbagai fatwa agama yang tanpa konteks. Sedemikian mudahnya agamawan meluncurkan fatwa yang berakibat segregasi sosial makin menguat. Agama, apalagi Islam diturunkan kepada manusia di muka bumi bukan untuk membuat permusuhan. Agama malah menuntun manusia untuk berbuat baik secara transendensi maupun antroposentri. Untuk kesekian kalinya kita dikejutkan, di usik dengan atas pengharaman fatwa oleh seorang ustad.

Barangkali Ustad Basamalah kurang membaca riwayat syiar Islam para wali, khususnya Wali Songo di tanah Jawa. Wali Songo menyebarkan Islam di tanah Jawa dengan lembut, menghargai eksistensi kebudayaan Jawa yang memang sudah matang. Jawa pra Islam telah menjadi kebudayaan tinggi, banyak karya agung mulai Candi Borobudur dan Prambanan yang merupakan simbol kerukunan Hindu dan Budha. Kita juga mengenal banyak maha karya susastra, seperti Negarakertagama, Pararaton, Sutasoma, Arjunawiwaha, dan lain lain adalah wujud Jawa pra Islam sudah matang sebagai entitas kebudayaan.

Saat Islam masuk ke nusantara, khususnya Jawa pada abada 11 Masehi melalui hubungan internasional leluhur kita diberbagai bidang; perdagangan, politik, kasusastraan, dan lain-lain, tidak dengan serta merta mengabaikan berbagai kebudayaan tinggi yang tumbuh di Jawa. Bahkan ketika Kerajaan Demak berdiri, sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, para wali menempatkan kebudayaan Jawa ditempat yang tinggi. Mereka tidak dengan mudah melarang petik laut, sedekah bumi, hingga berbagai kesenian seperti wayang.

Bahkan melalui berbagai kebudayaan itu para wali meletakkan Islam dalam proses inkulturasi, memasukkan ketauhidan Islam melalui berbagai kebudayaan yang tumbuh ditengah tengah masyarakat. Bahkan dengan kreatif, Sunan Kalijaga menciptakan berbagai tembang tembang Jawa sebagai sarana mengenalkan Islam dengan lembut, agar mudah dipahami dan diterima di tanah Jawa. Misalnya saja kita mengenal tembang tombo ati, lir ilir, turi putih, mampir ngombe, dan lain-lain, kesemuanya diterima dengan baik dan menjadi ruang dakwah kultural yang menyentuh hati.

Bahkan Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit untuk mengenalkan Islam kepada masyarakat di Tuban dan sekitarnya. Jika wayang pra Islam tidak mengenai eksistensi Sang Hyang Tunggal, Sunan Kalijaga mengenalkan eksisten Sang Hyang Tunggal dalam kisah pewayangan. Islam menjadi mudah dipahami, tanpa harus mengganggu eksistensi liyan.

Seiring bergulirnya waktu, para pendakwah Islam di nusantara harusnya lebih bijak dan bajik. Sayangnya banyak pihak memahami Islam tanpa konteks. Menganggap pemahamannya paling benar, dan ditawarkan secara kasar ditengah tengah masyarakat. Berkembangnya media sosial menjadi sarana kian memudahkan distribusi puritanisme Islam, dampaknya memang berbahaya bagi keutuhan kita sebagai negara bangsa yang terus berproses. Atas kenyataan yang kita hadapi berkali kali ini, saya mengharapkan berbagai pihak untuk:

Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus melakukan pembianaan kedalam, agar para pendakwah Islam makin bijak dan bajik dalam menyebarkan Islam, khususnya melalui media sosial. Akan lebih baik bila di MUI membentuk komisi etik, yang menjadi ruang tabayun para pihak, sekaligus upaya meningkatkan keluhuran dan kebijaksanaan para ustad. Kita harapkan MUI bisa menghindarkan kedudukan sosial ustad, kiai, dan ulama dari berbagai pelanggaran hukum, khususnya tindakan intoleransi, dan terorisme.

Mendorong Kementerian Agama, khususnya Direktorat Jenderal Agama Islam senantiasa melakukan penyempurnaan pendidikan Keislaman di semua jenjang. Terus mengembangkan pendidikan keislaman yang wasathiyah, menghargai eksistensi liyan dengan beragam kulturalnya.

MUI, Kemenag dan BNPT terus melakukan deteksi dini, pembinaan dan pemulihan atas masuknya berbagai ideologi transnasional yang karena keberadaannya justru mengancam eksistensi kita sebagai negara bangsa yang terus berupaya menyempurnakan diri sebagai bangsa.

Mengajak berbagai organisasi kemasyarakat dan keagamaan diseluruh tanah air untuk senantiasa mengedepankan dialog dalam menyikapi segala hal, menghindarkan cara cara polisional dan kekerasan.

Seluruh komandan satuan territorial baik TNI maupun Polri senantiasa melakukan deteksi dini, pencegahan atas segala kemungkinan gangguan keamanan atas berbagai sentimen SARA yang mudah berkembang akibat meluasnya penggunaan media sosial. Dan Khusus untuk jajaran kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk senantiasa bisa mengedepankan mediasi antar kelompok, kalaupun harus melangkah ke ranah hukum, kita harapkan meneggakkan hukum dengan seadil adilnya, khususnya terkait kasus kasus sensitif yang menyangkut sentimen SARA di tengah tengah masyarakat.

Demikian, kiranya sumbangan pemikiran ini dapat berkontribusi lebih baik bagi tatanan kehidupan kebangsaan kita kedepan. Kita menginginkan Indonesia menjadi negeri yang Baldatun Toyyibatun Warrobbun Ghafur. ***

 

*) Ketua DPP PDI Perjuangan /Ketua Banggar DPR RI

BERITA POPULER

To Top