JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM–Kinerja ekspor Indonesia ternyata cukup menggembirakan selama Januari-Juli 2020, mencapai surplus US$8,75 miliar. Artinya, posisi necara dagang mengalami perbaikan dibandingkan periode sama 2019 yang defisit sebesar US$2,15 miliar. Hanya kinerja tersebut tetap saja perlu hati-hati. “Namun kita harus tetap waspada karena surplus disebabkan impor yang turun lebih dalam dari kinerja peningkatan ekspor,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto di Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Kinerja ekspor sepanjang Januari-Juli 2020 tercatat sebesar 90,12 miliar dollar AS, mengalami penurunan 6,21 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 96,08 miliar dollar AS.
Sementara impor sebesar 81,37 miliar dollar AS, mengalami penurunan dalam 17,17 persen dibandingkan Januari-Juli 2019 yang sebesar 98,23 miliar dollar AS.
Lebih jauh kata Agus, penurunan impor seiring penerapan kebijakan PSBB oleh pemerintah sebagai upaya pengendalian pandemi Covid-19 Di mana, banyak aktivitas industri yang terpaksa berhenti beroperasi. “Industri yang umumnya butuh bahan baku penolong maupun barang modal asal impor terpaksa berhenti beroperasi,” kata dia.
Berkaca dengan kinerja tersebut ekspor tersebut, Agus mengatakan, upaya mendorong ekspor perlu terus dilakukan dengan melihat peluang yang ada di masa pandemi ini. Hingga Juli 2020 ekspor non migas ke China, Asutralia, Pakistan, dan Amerika Serikat (AS) ternyata tetap mengalami pertumbuhan. Ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia.
Produk ekspor non migas ke China yang mengalami peningkatan signifikan adalah stainless steel dan tembaga. Lalu pada Australia produk alumunium nitrat, emas, dan cocoa butter, ke Pakistan produk refined palm oil dan batu bara, serta ke AS produk refined palm oil dan udang.
Agus menyatakan, ekspor komoditas-komoditas tersebut menjadi peluangan yang juga menjanjikan untuk tumbuh. “Hal ini semua adalah peluang yang harus kita cermati dan manfaatkan agar ekspor Indonesia bisa pulih dengan cepat,” pungkasnya. ***