Opini

Rakyat Makin Cerdas Sikapi Pemilu 2024

Rakyat Makin Cerdas Sikapi Pemilu 2024
Said Abdullah/Foto: Dok DPR

*) MH Said Abdullah

Idealnya pemilu berlangsung damai, dan menyenangkan. Menjadi sarana rakyat menggunakan hak politiknya dengan cermat dan pertimbangan matang. Namun kita perlu waspada dengan jargon pemilu damai dan riang gembira. Sebab dibalik jargon pemilu damai dan riang gembira itu terkandung muslihat, sebagai tirai untuk membungkus segala kecurangan sistematis. Jargon pemilu damai dan bergembira ria sarana canggih untuk menutup potensi kritis rakyat atas penyelenggaraan pemilu yang cacat.

Saya utarakan hal ini bukan berarti tidak setuju pemilu damai dan bergembira ria. Seratus persen saya setuju pemilu perlu damai dan bergembira ria. Namun syarat itu saja tidak cukup, justru syarat pemilu demokratis terjadi bila semua kontentan diperlakukan sama, dan adil. Alat alat negara duduk pada porsinya, sebab pemilu adalah gelanggang kompetisi bagi masyarakat sipil, partai-partai, kandidat capres dan cawapres, caleg, dan para pemilih.

Perlakuan adil dan setara, netralitas aparat negara, penyelenggara yang professional dan imparsial harus kita maknai sebagai syarat obyektif pemilu damai dan riang gembira. Bila kondisi obyektif itu tidak terpenuhi, tentu ada potensi kerawanan bagi tumbuhnya demokrasi dan tertib sipil. Kita tentu tak ingin pengalaman buruk suksesi kepemimpinan di negara yang saat ini mengalami konflik -Irak, Suriah, Afghanistan terjadi dalam pelaksanaan Pemilu di negeri ini. Tak ada sepercikpun bahkan bayangan kepahitan yang menyengsarakan dan menimbulkan petaka sehingga berjatuhan air mata, darah dan nyawa rakyat mewarnai pelaksanaan Pemilu.

Harapan ideal -Pemilu menjadi sarana suksesi penuh kedamaian- itu diyakini akan dapat terwujud jika seluruh pihak berusaha keras mengawal proses Pemilu agar dalam koridor demokrasi, yang jujur, adil, bebas dan rahasia. Kebutuhan kita saat ini, semua pihak taat dan penuh kesungguhan mengawal seluruh prosespPemilu berjalan sesuai sesuai semangat demokrasi. Dinamika sosial, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kini mewujud menjadi kekuatan luar biasa, yang memonitor ketat sehingga mudah terdeteksi berbagai tindakan yang menyimpang dari aturan permainan sekecil apapun.

Kamera ponoptisis dari rakyat menguak segala kecurangan, dan tipu muslihat, mengakali demokrasi demi kekuasaan. Para politisi, terutama yang masih berpikir menggunakan paradigma lama harus mempertimbangkan realitas dinamika sosial ini, yang kini terjadi hampir seluruh pelosok negeri.

Pertama, masyarakat saat ini makin mudah mendapatkan akses informasi dan komunikasi sehingga sekecil apapun tindakan penyalahgunaan kekuasaan misalnya, mudah dan sangat cepat diketahui oleh rakyat seluruh negeri.

Kedua, masyarakat Indonesia saat ini praktis bukan lagi menjadi konsumen berita. Masyarakat telah menjadi bagian sebagai pembuat berita, sehingga sepak terjang oknum-oknum, yang mengotori pelaksanaan Pemilu hanya dalam hitungan detik tersebar ke seluruh negeri bahkan dunia. Wartawan-wartawan dadakan yang bermodal sederhana, seperangkat ponsel saat ini ada pada setiap tempat. Sekedar perbandingan, sebagaimana diungkap Google, dalam survei terbarunya berjudul Think Tech, Rise of Foldable: The Nex Big Thing in Smarphone, jumlah ponsel aktif di Indonesia mencapai 354 juta perangkat.

Jumlah itu berdasarkan perangkat yang terkoneksi internet, secara faktual melebihi angka penduduk. Artinya, ada penduduk yang memiliki lebih dari satu perangkat ponsel. Data-data yang dirilis tahun 2023 itu selayaknya menjadi perhatian siapapun, yang mencoba “bermain-main” dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Rakyat Indonesia mengepung dengan kontrol sangat ketat sehingga sedikit saja terlihat indikasi kecurangan, seperti sikap tidak netral berbagai institusi negara akan menjadi viral di seluruh negeri.

Ketiga, hampir 25 tahun Indonesia memasuki era reformasi secara fakta sosial telah memberikan perspektif pemikiran baru. Masyarakat tak lagi terbelenggu dan terkungkung seperti di era Orde Baru. Bahkan beberapa kalangan menyebutkan keberanian masyarakat saat ini sangat luar biasa dalam menyampaikan kritik dan perlawanan kepada berbagai pihak, yang dianggap melakukan tindakan yang merugikan kepentingannya; termasuk yang seharusnya netral ternyata menjadi partisan.

Tiga variabel -yang mungkin dapat ditambah lagi- seharusnya menjadi perhatian siapapun terutama para politisi yang menjadi pemeran penting pelaksanaan Pemilu. Demikian pula KPU, Bawaslu yang menjadi pengawal harus bersikap netral dan imparsial. Saat ini praktis tak ada ruang sedikitpun untuk mencoba bermain-main dalam proses pelaksanaan Pemilu. Rakyat akan mengawasi sangat ketat seluruh pihak, yang mencoba mengganggu pelaksanaan Pemilu.

Jangan lagi kasus seperti kertas suara yang dikirim ke Taiwan, simulasi kertas suara Pilpres yang hanya 2 pasangan, pengerahan aparat desa, tidak terjadi lagi. Demikian pula oknum Forkopimda yang ‘berkoalisi’ dengan salah satu pasangan Pilpres. Politisasi BLT, Bansos yang diklaim dari pribadi, harus pula dihindari. Kondisi dinamika luar biasa ini, perlu mendapat perhatian lebih serius lagi, karena dapat berpotensi menjadi pemantik kekecewaan massal ketika masyarakat melihat dan merasakan kesewenang-wenangan, yang melabrak rambu-rambu hukum.

Seluruh pihak perlu berhati-hati, agar tidak tergoda melompati pagar undang-undang, dan etik, melakukan berbagai pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilu. Penyebaran informasi dan komunikasi yang demikian massif dapat dengan mudah memobilisasi solidaritas kekecewaan dan kekesalan masyarakat. Kita tak ingin Pemilu menimbulkan situasi yang dapat merusak kedamaian negeri ini. Terlalu mahal kedamaian negeri ini dibanding secuil keinginan untuk berkuasa. Karena itu, marilah menjaga seluruh proses Pemilu agar berjalan Jurdil, agar kedamaian dan persaudaraan serta kesatuan dan persatuan tetap terjaga sehingga negeri ini menjadi lebih baik.***

*) Ketua DPP PDI Perjuangan

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top