JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Perlu evaluasi menyeluruh tentang kinerja kelembagaan guna memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi bukan hanya birokrasi yang diperbaiki tapi juga mereformasi kelembagaan.
“Evaluasi mulai dari kelembagaan politik, sosial dan ekonomi. Karena zaman sudah berubah, jadi bukan hanya pemegang saham saja dalam kekuasaan yang dihitung. Yang juga perlu dihitung adalah stake holder lainnya,” kata Anggota MPR RI, Jimly Asshiddiqie dalam diskusi “Revitalisasi Lembaga MPR” bersama Ketua MPR, H Bambang Soesatyo di Jakarta, Senin (4/10/2021).
Lebih jauh kata Jimly, artinya bukan hanya lembaga MPR saja yang perlu dikritisi oleh masyarakat. Namun juga lembaga-lembaga lain juga perlu disoroti. Misalnya peran BPK RI terkait quality of planning. “Supaya kita mengerjakan pekerjaan yang memang sesuai tupoksinya,” ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan bahwa MPR sebagai lembaga konstitusional tupoksinya sudah jelas, hanya 4, yakni pertama mengubah UUD, kedua memberhentikan presiden, ketiga memilih presiden kalau ada lowongan, keempat melantik presiden dan wakil presiden. “Nah, tugas melantik presiden ini belum pernah dilaksanakan. Padahal sangat jelas, bahasanya, harusnya ‘Dengan Ini Saya Melantik’. Namun dalam prakteknya, Ketua MPR hanya membuka sidang dan mempersilahkan presiden untuk membaca sumpahnya sendiri,” paparnya.
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan dalam alam pemikiran pendiri bangsa, usaha bangsa Indonesia untuk mewujudkan visi kebangsaan dan tujuan
nasionalnya, haruslah bersandar pada tiga konsensus. Yakni,
fundamental, Pertama-Pancasila sebagai falsafah/norma dasar, Kedua- Undang-Undang
Dasar sebagai hukum dasar, dan Ketiga- Haluan Negara sebagai kebijakan dasar. “Bila Pancasila mengandung prinsip-prinsip filosofis,
Konstitusi mengandung prinsip-prinsip normatif, maka Haluan Negara mengandung prinsip- prinsip direktif (directive principles).”
Menurut Bamsoet-sapaan akrabnya, Pasal-pasal Konstitusi juga kebanyakan mengandung norma-
norma besar yang tidak memberikan arahan bagaimana cara
pelembagaan dan pelaksanaannya.
Oleh karena itu, lanjut Bamsoet, diperlukan suatu kaidah penuntun (guiding principles) yang berisi arahan dasar tentang
bagaimana cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi tersebut ke dalam berbagai pranata publik, yang dapat memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan pembangunan secara terpimpin, terencana, dan terpadu. Sebagai prinsip direktif, haluan negara itu juga harus menjadi pedoman dalam pembuatan perundang-undangan. ***
Penulis : A Rohman
Editor : Chandra