JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani menyebut pemerintah kurang kreatif kalau menyasar pajak pertambahan nilai (PPN) dari sembako dan pendidikan. Padahal, potensi lain masih besar khususnya dari sumber daya alam (SDA), pertambangan, orang-orang kaya, penyelundupan, bea cukai barang-barang impor dan sebagainya.
“Jangan ketika draft PPN itu bocor ke publik lalu dibantah bahwa yang akan dikenai pajak adalah beras premium. Justru kalau tidak bocor, jangan-jangan semua jenis sembako yang dikenai pajak. Harusnya pemerintah lebih transparan,” kata Waketum DPP PPP itu.
Hal itu disamapikan Arsul Sani dalam diskusi 4 Pilar MPR RI “Pendapatan Negara dan Keadilan Sosial” bersama Ir. H. Kamrussammad, S.T., M.Si (Anggota MPR RI Fraksi Partai Gerindra) dan Dr. Enny Sri Hartati (Ekonom INDEF) di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Rabu 16 Juni 2021.
Karena itu lanjut Arsul, pemerintah dalam hal ini jajaran kementerian keuangan (Kemenkeu) RI harus hati-hati dan lebih transparan dalam membuat kebijakan untuk KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) itu. Seperti halnya tex amnesty, pengampunan pajak tahun 2020 itu seharusnya transparan, sejauh mana keberhasilan atau pemasukan negara dari kebijakan tersebut. “Baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Apalagi sekarang juga akan ada kebijakan tex amnesty jilid II,” jelas Arsul.
Dalam kondisi normal saja dari BUMN hanya Rp40 triliun. “DPR sendiri sudah memberikan seluruh dukungannya ke pemerintah, agar lebih kreatif untuk meningkatkan atau mempertahankan penerimaan negara dari pajak dengan menghindari pajak sembako dan pendidikan, karena bertentangan dengan Pasal 33 UUD NRI 45 dan keadilan sosial sila kelima Pancasila,” ungkapnya.
Lalu apakah karena kondisi keuangan negara yang menipis akibat pandemi sehingga pemerintah menyasar pajak sembako dan pendidikan, menurut Kamrussamad justru karena menyadari terjadinya kontraksi, penurunan pertumbuhan ekonomi akibat covid-19, DPR memberikan keleluasaan pada pemerintah dengan menyetujui berbagai kebijakan termasuk Perppu No. 2.tahun 2020. “Dukungan DPR justru agar pemerintah mencari solusi dalam kondisi darurat covid-19 ini,” tambahnya.
Bahwa persetujuan dan dukungan pemerintah itu bagian dari good will DPR kepada pemerintah untuk pemullihan ekonomi dan kesehatan. “Bahkan untuk APBN tak lagi ada ambang batas atas maupun bawah. Bank Indonesia (BI) pun bisa membeli langsung ke pasar primer. Dalam kondisi extra ordenary ini semua kita dukung untuk pemulihan ekonomi dan kesehatan,” kata Kamrusaamad lagi.
Dia mengakui kalau Komisi XI DPR sampai haru ini belum meneima draft PPN Sembako dan Pendidikan tersebut. “Seharusmya sistem KUP direvisi karena UU itu dibuat masih konvensional, sedangkan sekarang sudah era digital,” jelas Kamrussamad.
Enny Sri Hartati mengatakan kalau Revisi UU KUP itu sudah masuk prolegnas 2021. Sehingga pemerintah sudah pasti menyiapkan draft-nya. Dalam draft itu sudah menyebutkan usulan revisi secara teknik dan teknikal terkait presentase tarif dan obyek pajak itu sendiri. Anehnya dalam revisi itu muncul PPN Sembako dan pendidikan di tengah masyarakat sulit ekonomi akibat pandemi covid19 ini.
Sembako dan pendidikan ini menyangkut hajat hidup rakyat banyak pasti akan menguras emosi publik. Berbagai macam perspektif, kecurigaan, dugaan, karena beras dan pendidikan itu pasti memiliki respon yang luar biasa. “Dan, DPR relatif tutup mata, yang penting ekonomi selamat. Pertanyaannya; apa pemerintah tak bisa kreatif lagi untuk mencari penerimaan negara? Padahal potensi dari pajak sumber daya alam (SDA) kelautan, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan dan orang-orang kaya yang masuk majalah Forbes itu belum digali secara optimal dan itu sangat besar. Tapi, beban pajaknya malah dapat pengecualian. Kenapa pemerintah tidak berani, Enny mengatakan karena yang dihadapi adalah oligarki kekuasaan,” jelas Enny lagi.
Kalau ditanya bagaimana kondisi keuangan negara sehingga harus menyasar pajak sembako dan pendidikan, menurut Enny, pada tahun 2021 ini negara tambah Rp1200 triliun ditambah.kesehatan fiskal bermasalah. “Jadi, sistem perpajakan itu harus ditata kembali agar berkeadilan untuk rakyat,” pungkasnya.