Market

Minim Gagasan, Fahri Hamzah: Pemimpin Populer Justru Mengkhawatirkan

Minim Gagasan, Fahri Hamzah: Pemimpin Populer Justru Mengkhawatirkan
Wakil ketua umum Partai Gelora, Fahri Hamzah/Foto: Dok Pribadi

JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mencemaskan masyarakat bila terlalu menyederhanakan pemimpin politik. Mengingat pemilu semakin dekat, kata Fahri, lalu tiba-tiba yang muncul ke permukaan adalah sosok yang bahkan menurutnya bukan seorang petarung.

“Jika tiba-tiba muncul sosok yang entah dari mana, tiba-tiba populer dengan gaya-gaya menggunakan fasilitas negara. Kita tidak pernah mendengar dia berpikiran tentang sejarah, tentang transformasi, tentang gagasan-gagasan besar, baik bagi negara kita dan bagi dunia, itu yang agak mengkhawatirkan,” tutur Fahri dalam Gelora Talk bertajuk ’24 Tahun Reformasi yang disiarkan langsung di channel YouTube Gelora TV, Rabu (25/5/2033).

Untuk itu, mantan Wakil Ketua DPR RI ini mengajak orang-orang, terutama para aktivis, untuk terus mencermati dengan saksama. Sebab, tiba-tiba, menurutnya, ada mekanisme politik yang tidak memungkinkan orang-orang yang dirasa tepat untuk maju memimpin.

“Tiba-tiba yang memimpin Republik ini uang, bukan gagasan. Karena kita memang punya kemalasan dengan gagasan, tiba-tiba nanti yang punya uang ini (yang memimpin), bukan yang pernah jadi rakyat,” ujarnya.

Fahri mengaku bukan anti orang kaya, tapi ia tidak ingin lahirnya sosok-sosok yang hanya karena punya modal besar, lalu merasa pantas untuk memimpin.

“Menurut saya itu tidak fair, tapi sistem kita memfasilitasi kemewahan uang ini untuk memimpin, bukan kemewahan gagasan,” papar poliisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.

Menyinggung perjalanan Reformasi yang sudah memasuki tahun ke-24, Fahri mengaku tidak terlalu memusingkan rasa penyesalan secara personal terhadap agenda reformasi yang belum selesai.

“Kita nggak boleh mengambil itu terlalu personal, tapi hanya sebagai sebuah kritik. Kita memang tidak memiliki sebuah desain tentang reformasi, tapi tahu-tahu mendadak kita masuk dalam revolusi perubahan itu,” kata dia.

Reformasi ketika itu, lanjut Fahri, hanya dibaca sebagai ekspresi rasa kebosanan dari rezim Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun, yang menginginkan kebebasan dan kemapanan.

“Nafasnya zaman itu, orang sudah bosan, makanya ketika Soeharto mengundurkan diri, rakyat pesta, banyak yang potong ayam dan sapi, begitulah ekspresinya. Tidak punya ide atau gagasan,” ungkapnya.

Padahal ekspresi kebosanan ini, bisa sangat berbahaya bagi sistem ketatanegaraan dan perpolitikan di tanah air, apabila tidak diatur secara tegas. Rakyat bisa menjatuhkan presidennya sewaktu-waktu jika sudah bosan, sehingga ketika reformasi masalah pembatasan jabatan presiden diatur.

“Kalau masa jabatan presiden tidak dibatasi, ketika kebosanan rakyat ini datang tiba-tiba itu yang berbahaya. Kalau orang sudah bosan pokoknya, susah dilawan. Itulah problem kita, karena kita tidak punya narasi,” katanya.

Karena itu, Fahri Hamzah mengkritik mantan aktivis reformasi yang kini menjadi anggota DPR dari PDIP Adian Yunus Yusak Napitupulu yang menolak BJ Habibie sebagai presiden menggantikan Soehato, karena dianggap kaki tangan Soeharto dan Orba.

“Saya dulu bentrok dengan temen-temennya mas Budiman Sudjatmiko, termasuk Mas Adian Napitupulu. Kenapa BJ Habibie ketika jadi presiden, teman-teman mahasiswa tidak mengambil sedikit momen untuk membaca sejarah bahwa BJ Habibie ini, manusia yang lain. Dia datang membawa gagasan lain dalam negara, meskipun dia berada dibawah kekuasan Orde Baru. Dia ini orang Jerman, punya pikiran Eropa tentang konsep demokrasi,” bebernya.

Habibie ini, menurut Fahri, memiliki pespektif lain dalam berbangsa dan bernegara. Ia justru disalahkan gara-gara membela Habibie, padahal dia melihat Presiden RI ke-3 itu, memiliki konsep arsitektur bangunan sistem perpolitikan dan demokrasi di Indonesia.

“Jadi sebagai bangsa kita punya problem itu. Kita selalu lebih tertarik kepada orang, daripada gagasannya. Habibie dianggap dari bagian dari Soeharto yang harus diturunkan dan dihancurkan,” demikian Fahri Hamzah. ***

Penulis      :  Iwan Damiri

Editor        :   Eko

BERITA POPULER

To Top