JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Upaya melengserkan Fadel Muhammad dari kursi Wakil Ketua MPR RI dari Kelompok DPD RI ternyata bakal memasuki babak baru. Senator asal Provinsi Gorontalo tersebut mengaku siap melakukan langkah hukum terkait keputusan pergantian dirinya sebagai delegasi DPD untuk MPR tersebut.
‘’Itu proses illegal dan inkonstitusional. Karena itu, saya akan lawan secara hukum,’’ tegas Fadel Muhammad padawartawan di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Menurut Fadel, Indonesia adalah negara hukum. Sudah seharusnya setiap warga negara mematuhi hukum dan undang-undang dalam setiap aktifitasnya. ‘’Bukan hanya untuk warga negara, kewajiban serupa juga berlaku untuk pejabat negara yang dilakukan di atas sumpah,’’ jelas Fadel.
Sumpah yang dimaksud lanjut Fadel, adalah untuk menjalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Konsitusi UUD NRI 1945, dan Pancasila (Pasal 254 UU MD3 jo Pasal 9 Peraturan Tatib DPD) merupakan sumpah yang terucap dari setiap pejabat negara tanpa terkecuali. Segenap Pimpinan dan Anggota MPR, DPR, dan DPD juga mengucapkan sumpah dan janji yang sama berdasarkan agama masing-masing.
Untuk itu, sudah menjadi kewajiban yang mutlak kepada seluruh Pimpinan dan Anggota DPD untuk menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,’’ tutur mantan Gubernur Gorontalo tersebut.
Selain itu, aturan Pasal 258 UU MD3 jo Pasal 13 Peraturan Tatib DPD menegaskan bahwa, salah satu kewajiban anggota DPD adalah melaksanakan UUD NRI 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan. Berpijak pada UU tersebut, Fadel mengaku tidak ada yang dilanggar, sehingga dilakukan upaya pergantian.
‘’Karena itu, tidak boleh dibiarkan kesewenang – wenangan ini terjadi di lembaga DPD,’’ kata mantan menteri Kelautan dan Perikanan ini.
Selain itu, kepatuhan terhadap aturan perundang-undangan akan memberikan kepastian hukum yang jelas dan tegas, sehingga memperlihatkan sikap yang dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan atau malah mengangkangi/melanggar aturan perundang-undangan. ‘’Jadi, kita akan uji, pergantian tersebut ada dasar hukumnya apa tidak. Kan begitu?,’’ ungkap Fadel.
Terkait dengan penggantian dirinya sebagai wakil ketua MPR periode 2019-2024, terdapat beberapa hal yang harus digaris bawahi. Hal itu merupakan perwujudan kepatuhan terhadap sumpah yang telah diucapkan.
Hingga kini, Fadel juga tidak merasa bersalah selama menjalankan fungsinya sebagai wakil Ketua MPR RI. Karena itu, ia mengaku akan melakukan langkah-langkah hukum karena proses pergantian tidak melalui mekanisme dan perundangan yang berlaku, yakni ilegal.
‘’Lembaga DPD itu punya aturan main dan mekanisme yang perlu dipatuhi bersama, bukan didasari like and dislike,’’ tambahnya.
Mosi tidak percaya yang disampaikan terhadap dirinya, ungkap dia, tidak memiliki landasan aturan hukum tertulis yang wajib ditaati sesuai sumpah jabatan seluruh pimpinan dan anggota DPD. ‘’Itu yang perlu dipahami,’’ kata Fadel lagi.
Secara konstitusional, menurut Fadel, mosi tidak percaya juga tidak dikenal apalagi diakui dalam struktur hukum negara. Mulai dari UUD NRI 1945, undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Karena itu, menyikapi kondisi tersebut, tentu akan ada langkah-langkah hukum lanjutan tersebut.
Laporan kinerja yang disampaikan Fadel juga sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dalam hal ini Pasal 138 ayat (1) Peraturan DPD No 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib. ‘’Hal ini merupakan bentuk akuntabilitas pelaksanaan tugas saya selaku wakil ketua MPR selama satu tahun sidang,’’ pungkas Fadel.
LaNyalla
Sebelumnya Sidang Paripurna ke-2 DPD RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 yang dipimpin Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (18/8/2022), memutuskan pergantian Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI.
Salah satu agenda yang dibahas dalam sidang adalah tindak lanjut penyampaian mosi tidak percaya terkait keinginan mayoritas anggota DPD RI untuk menarik Fadel Muhammad dari jabatan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI.
“Dalam Sidang Paripurna ke-13 DPD RI Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022, diputuskan bahwa mosi tidak percaya akan diteruskan ke Badan Kehormatan dan kelompok DPD RI,” kata LaNyalla yang memimpin sidang, didampingi Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan B Najamudin.
LaNyalla mengatakan, dalam perkembangannya, mosi tidak percaya yang awalnya ditandatangani 91 anggota DPD RI bertambah menjadi 97 anggota yang membubuhkan tanda tangan.
Dalam Sidang Paripurna ke-1 Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 ditetapkan terkait penarikan dukungan itu keputusannya diserahkan kepada pimpinan DPD RI.
“Maka pimpinan DPD RI pada sidang kali ini menyepakati penarikan tersebut. Untuk itu dalam sidang kali ini kita perlu melakukan pemilihan Wakil Ketua MPR utusan DPD RI untuk mengisi kekosongan posisi tersebut,” kata LaNyalla.
Selanjutnya masing – masing wilayah diminta bermusyawarah untuk mengusulkan calon Wakil Ketua MPR dari utusan DPD RI.
Sub wilayah Barat I mengusulkan nama Abdullah Puteh (Aceh), Sub Wilayah Barat II merekomendasikan Bustami Zainudin (Lampung), Sub Wilayah Timur I usul Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan) dan Sub Wilayah Timur II mengusulkan Yorrys Raweyai (Papua).
Saat ditawarkan untuk dilakukan musyawarah kepada keempat calon ternyata hal itu tidak tercapai. Pimpinan sidang memutuskan pemilihan dengan mekanisme voting yang diikuti sebanyak anggota 96 anggota DPD RI.
“Akhirnya dengan mengantongi 39 suara Tamsil Linrung diputuskan sebagai Wakil Ketua MPR utusan DPD RI pengganti posisi Fadel Muhammad,” ujar Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono.
Sedangkan kandidat lainnya Bustami Zainudin memperoleh 21 suara, Yorrys Raweyai 19 suara dan Abdullah Puteh 14 suara. Sementara terdapat 2 suara tidak sah dan 1 abstain.
Sebelumnya Fadel Muhammad dalam sidang tersebut menolak atas mosi tidak percaya tersebut. Fadel merasa dirinya tidak berbuat hal-hal yang melanggar.
“Untuk itu saya akan melakukan upaya hukum atas keputusan tersebut. Upaya hukum secara internal dengan melapor ke BK. Upaya dari luar, saya akan membuat somasi terhadap Ketua, pimpinan dan para anggota DPD RI yang menandatangani. Saya menganggap langkah itu tidak sesuai tata tertib dan tidak ada dalam aturan di DPD, untuk itu saya akan menuntut somasi sebesar 100 milyar yang ditanggung oleh DPD RI,” kata dia.
Langkah selanjutnya, Fadel dan tim hukum juga akan melaporkan ke polisi atas pencemaran nama baik. “Ketiga karena sudah ditetapkan dan diketok palu dalam Sidang Paripurna oleh Ketua DPD RI, maka kami akan ajukan hal ini ke PTUN. Yang terakhir kami akan mengajukan perdata dengan penetapan ganti rugi,” tuturnya.
Penulis: M Arpas
Editor: Budiana