Nasional

Buta Matematika Ancam Generasi Emas Indonesia

Buta Matematika Ancam Generasi Emas Indonesia

JAKARTA-Pemberantasan buta matematika makin digencarkan. Gernas Tastaka (Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika) menggandeng DAMRI. Perusahaan plat merah ini memfasilitasi pelaksanaan pelatihan mentor guru matematika dan relawan selama dua hari 22-23 Desember 2018 di Gedung DAMRI Jakarta.
“Kami ingin bersinergi dengan semua pihak untuk memberantas buta matematika yang kondisinya sudah semakin gawat dan mengkhawatirkan. Ada ancaman serius pada generasi emas Indonesia,” tegas Presidium Gernas Tastaka Ahmad Rizali di Jakarta Minggu, (23/12/2018).
Dampak buruk akibat buta matematika pada siswa memang tidak akan dirasakan hari ini. Namun sekitar 10-30 tahun ke depan, generasi bangsa Indonesia akan mengalami keterpurukan.
Pelatihan mentor guru dan relawan matematika dilaksanakan secara bernalar dan kontekstual. Berbagai media pembelajaran di sekitar siswa digunakan untuk mengenalkan dan menjelaskan operasi bilangan.
Salah satu narasumber pelatihan Ditta Puti Sarasvati, dosen pendidikan matematika Universitas Sampoerna, mengenalkan penggunaan kacang merah, butiran jagung bahkan potongan lemper.
Menurut Ahmad Rizali, siswa harus diajarkan sesuatu yang konkret sebelum belajar yang abstrak Bilangan itu abstrak. Selama ini pembelajaran perasional bilangan dilakukan secara abstrak. Siswa tidak diperkenalkan hal-hal yang konkret.
“Sebelum mengenal bilangan abstrak, siswa harus dikenalkan hal-hal yang konkret. Untuk menjelaskan ½ bisa dijelaskan dengan memotong kertas ukuran kwarto menjadi dua bagian,” ujarnya.
Selama ini pembelajaran matematika juga melepaskan kebernalaran. Istilahnya seolah tidak ada matematika di kelas matematika. “Ini menyedihkan sekali. Maka kami ingin mengembalikan nalar dalam matematika. Operasional bilangan, 1+1 tidak hanya dituliskan 2 tetapi juga dijelaskan mengapa hasilnya menjadi 2. Nalar siswa dimaksimalkan selama belajar matematika,” kata aktivis pendidikan yang kini menjabat Sekretaris Majelis Wali Amanah Universitas Indonesia ini.
Dia mengajak semua pihak bergabung. Memberikan apa yang bisa dilakukan. Kontribusi bisa apa saja. Bisa hanya ruangan temlat pertemuan atau sekadar konsumsi kegiatan. Jika semua berperan,upaya pemberantasan buta matematika ini akan cepat berhasil. “Kami segera melebarkan gerakan ini ke seluruh Indonesia,” tegasnya.
Gawat Darurat
Gawat darurat bermatematika (literasi matematika) ditunjukkan dalam studi pemerintah yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui program INAP (Indonesia National Assesment Program) yang kemudian berubah namanya menjadi AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia).
Studi INAP (Indonesian National Assessment Program) yang dilakukan Kemdikbud juga menjelaskan hal yang tak jauh berbeda. Pada 2016, kompetensi matematika siswa SD merah total. Sekitar 77,13% siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah (kurang), 20,58% cukup dan hanya 2,29% yang kategori baik.
Setelah berubah nama menjadi AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia), pemerintah kembali melakukan studinya. Hasilnya tidak bergerak signifikan. Kali ini asesmen dilakukan untuk siswa SMP kelas VIII pada 2017 di dua provinsi. Hasil kompetensi literasi matematika rerata hanya 27,51. Dari skor 0-100, hasil asesmen itu sangat buruk.
Kondisi kegawatdaruratan ini belum juga beranjak sejak tahun 2000 silam. Data IFLS (Indonesia Family Life Survey) pada 2000, 2007 dan 2014 yang mewakili 83% populasi Insonesia juga menunjukkan kedaruratan bermatematika. Kedaruratan terjadi karena jumlah responden yang memiliki kompetensi kurang sangat tinggi. Lebih dari 85% lulusan SD, 75% lulusan SMP dan 55% lulusan SMU hanya mencapai tingkat kompetensi siswa kelas 2 ke bawah. Hanya sedikit saja yang memiliki tingkat kompetensi kelas 4 dan 5.
Survey IFLS ini menunjukkan kemunduran kompetensi siswa secara akut. “Kita tidak boleh mengabaikan temuan-temuan ini jika bangsa Indonesia ingin lebih baik, tidak bangkrut atau bubar karena kualitas SDM bangsa ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan signifikan,” imbuh Ahmad Rizali.
Menurutnya, selama hampir 20 tahun reformasi, bangsa ini mengabaikan kompetensi generasi emas Indonesia. “ Akibatnya kondisi sosial politik dan ekonomi Indonesia selalu tertinggal dengan negara-negara maju hingga ,” katanya.
Ahmad Rizali mengajak seluruh komponen masyarakat bersinergi dan saling gotong royong melakukan usaha pnerantasan buta matematika ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat luas. Bukan hanya praktisi pendidikan tetapi juga mahasiswa, profesional, swasta, bahkan emak-emak ibu rumah tangga. “Sebelum terlambat, mari kita bergerak bersama-sama menyelamatkan generasi emas bangsa Indonesia,” ajaknya. (har)

BERITA POPULER

To Top