Market

Anis Matta : Fenomena Antre Minyak Goreng Berpotensi Picu Gejolak Sosial dan Politik

Anis Matta : Fenomena Antre Minyak Goreng Berpotensi Picu Gejolak Sosial dan Politik
Gelora Talk bertajuk "Harga-harga Meroket Rakyat Menjerit, Dimanakah Negara?, Rabu (16/3/2022)/Foto: Anjasmara

JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan fenomena masyarakat mengantre komoditas minyak goreng hingga menimbulkan korban jiwa dinilai berpotens mengganggu secara sosial dan politik. Kejadian ini tentu mempermalukan Indonesia sebagai Ketua Presidensi G20 Tahun 2022, apalagi Indonesia juga dikenal sebagai penghasil sawit terbesar di dunia. “Pemandangan antre minyak goreng, apalagi ada korban jiwa meninggal, tentu bakal mengganggu secara sosial politik,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk “Harga-harga Meroket Rakyat Menjerit, Dimanakah Negara?, Rabu (16/3/2022).

Pemerintah, kata Anis Matta, perlu mengantisipasi dampak secara sosial dan politik yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan pemerintah.”Sebab bila tidak, ada kemungkinan situasi tersebut dimanfaatkan secara politik,” katanya.

Anis Matta menegaskan, gangguan politik ini bisa menyebabkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin menurun. “Ini sudah menjadi suatu peringatan yang sangat penting,” katanya.

Kelangkaan minyak goreng, lanjutnya, juga bisa memicu kenaikan harga dan kelangkaan bahan pangan lainnya. Apalagi kebutuhan bahan pangan di Indonesia sebagian besar masih dipenuhi dari impor. “Masalah kedaulatan pangan, harus menjadi prioritas agenda pemerintah,” katanya.

Partai Gelora berharap kemandirian nasional dalam ketahanan pangan bisa menjadi agenda prioritas pemerintah saat ini. Karena, Indonesia terbukti memiliki persoalan ketergantungan pangan dari negara-negara lain. Masalah pangan hendaknya tidak dilihat sebagai persoalan ekonomi, tapi sudah menjadi masalah keamanan nasional (national security), sehingga butuh perhatian serius pemerintah. “Sebentar lagi kita memasuki Ramadan, dan kalau situasi ini tidak dikelola dengan baik, ini bisa berkembang menjadi gejolak sosial yang lebih buruk. Pemerintah harus mengantisipasi gejolak ini,” katanya.

Hal senada disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Ia mengatakan, lonjakan harga dan kelangkaan sejumlah komoditas pangan diprediksi akan terus berulang, karena ketahanan pangan Indonesia sangat rapuh. “Fenomena ini saya kira memang berulang dan akan terus berulang. Bahkan akan menjadi fenomena abadi seperti nama saya. Mengapa? Karena ini cerminan dari rapuhnya ketahanan pangan Indonesia yang terjadi saat ini,” ujar Tulus.

Pemerintah, menurut Tulus, belum berhasil mewujudkan ketahanan pangan dan belum mampu berdaulat di dalam komoditas pangan, karena masih tergantung impor.  Namun kebijakan HET maupun intervensi pasar yang telah diambil pemerintah selama ini seperti dalam kasus minyakgoreng, tidak akan efektif karena barangnya tidak dipegang oleh pemerintah. Selain itu, kebijakan yang diambil justru melawan pasar dan tidak market friendly. “Aneka kebijakan terkait minyak goreng, membuat masyarakat sebagai konsumen menjadi ‘kelinci percobaan’,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI ini.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menambahkan, pemerimtah tidak cukup mampu untuk mengendalikan pasar. Hal itu terlihat dengan munculnya monopoli, kartel dan mafia dalam hampir setiap produk yang ada di pasar. “Selama hal ini masih ada, maka gejolak harga bahan pangan akan terus terjadi. Lonjakan harga pangan akan terus terjadi dari waktu ke waktu, sebab kebijakan untuk menghadapi hal itu juga tidak pernah berubah secara signifikan,” tegas Pieter.

Dikatakan, inflasi Indonesia dipengaruhi oleh gejolak harga bahan pangan dan barang-barang bersubsidi. Bila subsidi atas barang-barang tersebut dicabut atau dikurangi, maka akan mempengaruhi harga barang lain untuk bergejolak. “Pencabutan atau pengurangan subsidi atas listrik, gas, BBM, akan membuat barang-barang lain naik. Sebenarnya, polanya sudah terlihat dari masa ke masa. Harga bahan pangan juga bisa bisa bergejolak oleh karena sejumlah faktor,” ujarnya. ****

Penulis    :   Iwan Damiri
Editor      :   Kamsari

BERITA POPULER

To Top