JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Kebijakan “Merdeka Belajar” tentu diperlukan kajian mendalam tentang kebutuhan pendidikan
saat ini dan yang akan datang. Begitupun urgensi konsep dan perspektif Merdeka Belajar dalam menjawab tantangan kualitas SDM yang berdaya saing di tingkat global. “Partisipasi pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menguatkan konsep Merdeka Belajar perlu
dilakukan sebelum kebijakan ditetapkan,” kata Sekjen Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama (NU), Harianto Ogie dalam siaran persnya, Jakarta, Kamis (31/12/2020).
Setelah itu, kata Ogie-sapaan akrabnya, barulah sosialisasi secara luas dan masif penting dilakukan agar para pelaksana dan praktisi pendidikan serta pengambil keputusan tingkat daerah mampu memahami arah kebijakan. Serta mampu menerjemahkan ke dalam implementasi kebijakan Merdeka Belajar sesuai dengan konteks lokal masing-masing.
Terkait Ujian Negara (UN) yang ditiadakan, lanjut Mantan Wakil Sekjen Ansor,
pemerintah harus mempersiapkan dasar hukum yang menguatkan kebijakan ini agar tidak terjadi komplikasi hukum di masa yang akan datang karena UU No. 20/2003 dan PP No. 19/2005 masih mencantumkan keharusan UN. “Penghapusan UN juga
harus dan perlu mempertimbangkan fungsi UN sebagai sarana untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya,” ujarnya.
Lebih jauh Ogie menjelaskan penghapusan UN harus disertai dengan mekanisme baru yang mempertimbangkan
dampak dari penghapusan kebijakan tersebut. “Perluasan akses internet diperlukan di semua wilayah dan bagi seluruh peserta didik secara
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama pada peserta didik di tingkat dasar dan menengah yang menjalani masa wajib belajar 12 tahun.”
Menurut Ogie, akses internet ini tidak hanya terbatas pada ketersediaan jangkauan jaringan, melainkan juga layanan akses internet secara gratis. Terkait
dengan kebijakan membuka sekolah tatap muka di masa pandemi, harus ada jaminan kontrol yang kuat dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk meminimalisir resiko terjadinya cluster
baru sebagai dampak dari kebijakan ini.
Kesenjangan sumber daya antara sekolah/madrasah negeri dan swasta menjadi tanggung jawab
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk menyelenggarakan pendidikan yang dapat
dipastikan merata dan berkualitas.
Keberpihakan kebijakan di tingkat pusat dan daerah diharapkan
dapat disusun untuk memperkuat sinergi antara negara masyarakat, dunia usaha dengan pelaksana dan praktisi satuan pendidikan.
Pada konteks khusus, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan dan program baru yang bersifat afirmasi untuk mengurangi kesenjangan yang ada, baik pada sumber daya manusia, sarana prasarana, dan pembiayaan pendidikan. ***