JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Merger Gojek dan Tokopedia tinggal menunggu kesepakatan para pemegang saham. Kedua manajemen dan pimpinan perusahaan sudah setuju dengan rencana penggabungan tersebut. “Mereka tinggal mencari kesepakatan pemegang saham melalui apa yang disebut paket persetujuan,” kata sumber Bloomberg, Jumat (9/4/2021).
Penggabungan keduanya akan menjadikan mereka pemain besar dalam bisnis e-commerce dan ride hailing di Indonesia. Gojek dan Tokopedia juga telah membahas berbagai skenario untuk membuat daftar entitas gabungan di Jakarta dan Amerika Serikat sehingga dapat bernilai hingga US$ 40 miliar atau sekitar Rp 585 triliun.
Reuters menyebut, decacorn Gojek dan unicorn Tokopedia bakal menyelesaikan proses merger dalam beberapa minggu ke depan. Setelah merger, kedua perusahaan akan melakukan penawaran saham perdana atau IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada paruh kedua tahun ini. Lalu, keduanya akan mencatatkan saham di bursa AS pada 2022.
Komisaris BEI Pandu Sjahrir dalam wawancaranya dengan Katadata.co.id pada Rabu lalu juga membenarkan kabar itu. “Insya Allah tahun ini (Gojek dan Tokopedia) IPO. Kalau semester pertama saya kira terlalu cepat,” ujarnya.
Perluasan pencarian dana ke pasar modal, menurut dia, sangat penting. “Mau-tidak mau akhirnya harus mencari lower capital atau modal yang lebih rendah. Salah satu cara terbaiknya, end game-nya, adalah menjadi perusahaan publik,” katanya Pandu.
Kedua startup jumbo tersebut memiliki beberapa investor yang sama, yaitu Google, Temasek Holdings Pte, dan Sequoita Capital India.
Alibaba Group, investor e-commerce Lazada, juga menanamkan uangnya di Tokopedia. Baik Gojek dan Tokopedia belum dapat memberikan detail informasi kesepakatan itu. “Kami memahami bahwa ada banyak diskusi yang beredar terkait isu ini, namun kami tidak dapat berkomentar saat ini,” kata Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita.
Begitu juga dengan Tokopedia. “Jika ada aksi korporasi, kami pasti akan menyampaikannya kepada publik,” kata VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak.
Sebelumnya, sumber D-Insights menyebut Gojek dan Tokopedia sudah menandatangani kesepakatan jual beli saham saham bersyarat atau conditional sales and purchase agreement (CSPA). Gojek akan memegang 60% saham entitas gabungan, Tokopedia sisanya.
Merger, Upaya Bangun Ekosistem Digital
Salah satu karakteristik platform digital adalah mengutamakan nilai valuasi untuk mendapatkan pendanaan sebagai upaya tetap bersaing di industri masing-masing. “Sering kali bersaing dalam hal harga, seperti perang harga, diskon, atau promo,” kata peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda.
Untuk menaikkan nilai valuasi, stratup biasanya melakukan upaya penambahan jumlah pengguna, bisa dengan ekspansi atau merger (akuisisi). Cara kedua ini yang sedang ditempuh oleh Gojek dan Tokopedia.
Apabila keduanya berhasil merger, maka nilai valuasi perusahaan dapat naik dua kali lipat dari nilai tertinggi salah satu platform. “Dengan begitu potensi pendanaan bisa meningkat,” ucap Nailul.
Merger juga dapat menjadi cara untuk membangun ekosistem digital yang lengkap. Dari mulai perdagangan daring (online), kurir, hingga pembiayaan perbankan.
Para partner Gojek dan Tokopedia dapat memanfaatkan platform yang ada. Pembayaran pun menjadi mudah dengan dompet digital atau e-wallet, GoPay. “Mereka bisa bersaing dengan Shopee yang sudah merambah duluan ke sektor pesan-antar makanan,” katanya.
Sebagai informasi,
Indonesia merupakan pasar besar dalam ekonomi digital di bidang pesan-antar makanan daring. Hal ini terlihat dari nilai gross merchandise value (GMV) sebesar US$ 3,7 miliar pada 2020, tertinggi di Asia Tenggara. GMV adalah total nilai penjualan seluruh barang selama kurun waktu tertentu.
Posisi GMV Indonesia disusul Thailand dan Singapura dengan masing-masing senilai US$ 2,8 miliar dan US$ 2,4 miliar, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini. Perusahan yang memiliki GMV tertinggi di sektor ini di Asia Tenggara adalah Grab sebesar US$ 5,9 miliar, Foodpada US$ 2,52 miliar, dan Gojek US$ 2 miliar.
Penggabungan tersebut juga dapat menjadi cara keduanya berekspansi ke luar Indonesia. “Tokopedia nampaknya dapat dengan mudah mengikuti jejak langkah Gojek,” ujar Nailul.
Gojek sudah lebih dulu berekspansi ke luar negara ini. Pada 2018, perusahaan berekspansi ke Vietnam dengan nama GoViet. Setahun kemudian merambah ke Thailand dengan Get. Namun, pada Juli lalu perusahaan mengumumkan penyatuan merek keduanya.
Sumber KrAsia menyebut langkah tersebut sangat mahal dan memperburuk kerugian finansial perusahaan. Cara perusahaan teknologi memperoleh pendapatan telah berubah karena pandemi Covid-19.
Masana Takahashi, pendiri firma penasihat akuntansi dan keuangan berbasis di Singapura, Jidobox, mengatakan Gojek harus mencari sekutu, seperti Tokopedia. Langkah tersebut merupakan yang teraman sebelum go public. “Gojek tampaknya belum siap untuk IPO. Mungkin secara finansial tidak begitu baik,” kata Takahashi, dikutip dari KrAsia, pada Februari lalu.
Perusahaan yang didirikan Menteri Pendidkan Nadiem Makarim itu mendapat suntikan modal pertama pada 2014. Putaran pertama seri A ini sebesar US$ 2 juta (sekitar Rp 29,2 miliar). “Gojek mengumpulkan miliaran dari investor dan dananya akan segera jatuh tempo,” ujarnya.
Jatuh tempo pinjaman dari venture capital (lembaga keuangan yang memberi dana kepada startup) biasanya tujuh sampai sepuluh tahun. Sebelum tengat, para investor sudah menuntut keluar dari perusahaan. Pesaingnya, yaitu Grab, juga mendapatkan investasi seri A sebesar US$ 10 juta (sekitar Rp 146,2 miliar) pada 2014.
Perusahaan yang bermarkas di Singapura itu sedang mempertimbangkan IPO di AS pada tahun ini.
Persaingan Bisnis Pembayaran
Baik Gojek dan Tokopedia sedang bersaing ketat dengan Sea Group dan Grab. Sea, merupakan induk dari Shopee. E-commerce ini telah melampaui Tokopedia sebagai situs e-commerce paling banyak dikunjungi pada kuartal ketiga dan keempat 2020. Dompet digitalnya, ShopeePay, telah mengungguli transaksi GoPay dan OVO. OVO selama ini penyedia pembayaran eksklusif untuk Tokopedia dan Grab.
Berdasarkan laporan DealStreetAsia, Tokopedia memiliki 36,1% saham di induk OVO, Bumi Cakrawala Perkasa. Co-founder Tokopedia, yakni Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya juga mempunyai 5% saham OVO, melalui PT Wahana Innovasi Lestari yang diakuisisi dari Grab pada Februari 2020. Sedangkan Grab Inc menguasai 39,2% saham OVO.
Merger dengan Gojek akan membuat Tokopedia harus menjual sahamnya di OVO. Peraturan Bank Indonesia melarang satu perusahaan untuk menjadi pemegang saham pengendali di lebih dari satu platform pembayaran.
Di sisi lain, Grab telah mengalahkan Gojek di sektor transportasi daring di Indonesia sejak 2018. Grab juga telah berinvestasi di LinkAja, platform pembayaran milik badan usaha milik negara (BUMN) yang memberikan akses ke basis pengguna yang lebih bervariasi ketimbang GoPay. “Pembayaran adalah bisnis terpenting. Kehilangan itu dapat merepotkan Gojek,” kata Takahashi.
Gojek dan Tokopedia adalah dua stratup teknologi besar di Indonesia. Masing -masing valuasinya adalah US$ 10,5 miliar dan US$ 7,5 miliar (Rp 153,5 triliun dan Rp 109,6 triliun). Gojek memiliki dua juta mitra pengemudi dan 900 ribu pedagang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sedangkan Tokopedia mengklaim memiliki 9,9 juta pedagang di platform-nya.
Beberapa analis sudah memproyeksikan valuasi gabungan keduanya. CLSA Sekuritas misalnya, memperkirakan nilai kapitalisasi pasar entitas gabungan ini US$ 35 miliar hingga US$ 40 miliar (Rp 511,8 triliun sampai Rp 585 triliun). Jika proyeksi itu benar, maka nilainya melebihi Telkom Rp 329 triliun dan Bank Mandiri Rp 302 triliun. Namun, di bawah BCA sekitar Rp 838 triliun dan serupa dengan BRI Rp 585 triliun.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee sebelumnya mengatakan, besarnya valuasi gabungan Gojek dan Tokopedia dapat menambah daya tarik investor untuk berinvestasi. “Keduanya bisa menguasai pasar belanja dan pengantaran barang di Indonesia,” ujarnya. ***
Sumber: Katadata.co.id