JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Dalam sistem pemilu yang demokratis selalu ada kelebihan dan kekurangannya. Atau bisa disebut tidak ada yang sempurna, baik proporsional terbuka maupun tertutup. Sementara itu sistem pemilu yang sedang berlangsung di Indonesia adalah sistem proporsional terbuka. Padahal yang lebih tepat adalah proporsional tertutup.
Demikian disampaikan
Pasang Haro Rajagukguk, Sekjen DPP Barikade Gus Dur di Jakarta, Minggu (29/1) malam.
Apalagi, kenyataannya di lapangan sering terjadi ketidaksesuaian apa yang diharapkan masyarakat pemilih dengan hasil yang didapat. Hal ini mungkin bisa terjadi karena pada saat memilih secara terbuka para pemilih tidak mengetahui track record, jejak rekam siapa yang dipilih atau bisa saja karena hanya popularitas seseorang atau modal, kapital (ongkos politik) yang dimiliki sangat besar.
Logikanya kata Pasangharo, seorang calon anggota legislatif haruslah orang yang sudah matang dan tahan uji secara kualitas baik pengalaman maupun moralitasnya.”Jadi tidaklah instan. Apabila kualitas seseorang yang mau jadi anggota legislatif seyogyanya sudah terlatih, ditempa, dan dikader oleh partai yang bersangkutan sesuai ideologi partai tersebut. Sehingga tidak muncul kader yang sifatnya instan ‘karbitan’,” ujarnya.
Hal ini seharusnya juga berlaku bagi calon eksekutif atau kepala daerah. “Saat mengikuti proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), terkait pemilihan umum, juga menolak politik transaksional karena merugikan rakyat sendiri,” pungkasnya.
Penulis: M Arpas
Editor: Budiana