Perbankan

UMKM Masih Sulit Akses Perbankan

UMKM Masih Sulit Akses Perbankan

JAKARTA-Pemerintahan Jokowi dalam tiga tahun berkuasa belum memperhatikan UMKM, terutama dari segi permodalan. Padahal bagi UMKM bantuan permodalan merupakan salah satu unsur paling penting mengembangkan usaha kecil. “Sampai saat ini, saya lihat akses perbankan atau modal bagi UMKM masih sulit. Bagi mereka bukan soal bunga, tapi yang penting itu kecepatan memperoleh modal,” kata Mantan Menkop/UKM Syarifudin Hasan dalam diskusi “Evaluasi Tiga Tahun Pemerintahan” bersama anggota DPR Andreas Hugo Pareira di Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Sebenarnya bagi UMKM, kata anggota Komisi I DPR, turunnya bunga kredit memang penting, tapi lebih penting kemudahan mengakses ke perbankan. “Karena UKM inikan banyak yang jangka pendek. Ada yang cuma 6 bulan dan satu tahun. Makanya, akses keuangan ini penting,” tambahnya.

Menurut Syarif, pemerintahan Jokowi memiliki program KUR yang cukup besar. Hampir semua perbankan boleh dibilang berlomba-lomba mengucurkan kredit. Apalagi saat ini ada sekitar 50 juta UKM yang terdaftar. “Namun kenyatannya program KUR tersebut kurang tepat sasaran,” tegasnya.

Lebih jauh katanya, kalau pemerintah benar-benar memperhatikan ekonomi rakyat, maka seharusnya gini ratio bisa turun. “Harusnya pemerintah lebih memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk memiliki kesempatan berusha. “Jadi bukannya menargetkan pajak setinggi tinggi,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Andreas Hugo Pareira mengatakan aspek ekonomi yang relatif stabil pada zaman Jokowi-JK. Bahkan Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang meraih sukses dalam melahirkan social insurance atau jaminan sosial untuk rakyatnya. “Belum pernah terjadi ada jaminan kesejahteraan sosial terutama di kesehatan, meskipun kamk tahu belum sempurna betul, dengan 9,2 juta orang memperoleh jaminan kesehatan,” tuturnya

Menurut anggota Komisi I DPR, Jokowi telah menjalankan pemerintahan dengan baik selama tiga tahun terakhir. Andreas mengakui dari sisi ekonomi, Presiden Jokowi telah melakukan pemerataan pembangunan ke daerah-daerah melalui pembangunan infrastruktur.

Hanya saja serangan terhadap Pemerintahan Jokowi tidak saja dari kelompok kanan, namun juga dari kelompok kiri atau kalangan sosialis. Bahan pada saat yang sama serangan isu politik itu bisa saling berbarengan. “Dalam dua tahun ke depan isu populis yang tidak faktual ini, termasuk soal isu kurangnya kedekatan Presiden Jokowi dengan kalangan Islam dan para ulama,” ujarnya.

Direktur Institute Policy Studies (IPS) Tri Andika mengatakan meski berdasarkan kajiannya 60% publik puas dengan kinerja Jokowi. Namun dari sisi ketimpangan ekonomi, situasi dinilainya semakin memburuk.

Dia mengklaim pertumbuhan ekonomi per tahun sebesar 5,0% ternyata tidak memberikan dampak yang mapan terhadap kesejahteraan masyarakat. Baginya, pertumbuhan ekonomi itu sayangnya hanya dinikmati hanya oleh 20% masyarakat Indonesia.

Kondisi itu, ujar Try Andika, diperburuk oleh kemiskinan yang kian mendalam dan munculnya ketimpangan sangat parah. “Meski pemerintah mengklaim gini ratio membaik menjadi 0,39% dari posisi 0,4% sebelumnya, namun koefisen gini tak bisa dijadikan indikator tunggal. Apalagi yang diukur dalam indikator itu adalah tingkat konsumsi,” ujarnya.

“Anjloknya daya beli yang terlihat dari penurunan penjualan properti, ritel dan produk makanan mengonfirmasi bahwa kondisi ekonomi belum membaik akibat menurunnya daya beli,” pungkasnya. ***eko

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top