Industri & Perdagangan

TPT Nasional Didorong Masuk Pasar Afrika dan Asia Selatan

TPT Nasional Didorong Masuk Pasar Afrika dan Asia Selatan

JAKARTA-Kementerian Perdagangan optimis kejayaan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional bisa kembali diraih Indonesia, seperti pada era 1990-an. Apalagi saat ini pemerintah sedang giat-giatnya menggenjot pasar non tradsional ke Afrika dan Asia Selatan.
“Produk garmen kita sudah banyak juga yang masuk ke Pakistan dan Afrika. Karena itu kita
tidak perlu berkecil hati,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam seminar “Strategi Merebut Pasar Global” bersama anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto di Season City, Selasa (23/5/2018).

Karena itu, kata Politisi Nasdem, pemerintah terus mendorong UMKM/IKM untuk memasok dan memenuhi pasar-pasar dalam negeri dengan produk lokal yang berorientasi ekspor. Langkah ini demi membendung masuknya barang impor dari luar negeri. “Kita tidak mau negeri ini hanya dijadikan pasar oleh negara lain. Makanya kita harus membantu UKM agar memiliki daya saing,” tambahnya.

Enggartiasto kemudian mencontohkan maraknya pertumbuhan pabrik mie instan di Nigeria, karena tingginya kebutuhan konsumsi di Afrika. “Kalau tidak salah, sudah ada 14 pabrik mie di sana. Bisa kemungkinan bertambah lagi pabrik tersebut,” tambahnya.

Begitu juga dengan pasar busana Muslim yang terus tumbuh di Kawasan Afrika. Hal ini tentu menjadi peluang pasar yang bagus. “Selain Afrika dan Pakistan, TPT indonesia juga mulai merambah pasar Rusia,” ujarnya.

Mantan Ketua REI ini mengakui ekspor Indonesia saat ini masih mengandalkan sektor komoditas, yakni sawit, batu bara, alas kaki dan spare part mobil. Karenanya, pertumbuhan ekonomi nasional meski terlihat naik, namun
tetap yang terendah dibanding dengan negara ASEAN lainnya. “Kita kalah sama Vietnam, karena Vietnam lebih dahulu menandatangani perjanjian perdagangan internasional, sementara Indonesia belum lakukan ratifikasi perjanjian perdagangan tersebut,” imbuhnya.

Sementara itu anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengakui dari sekian banyak UMKM/IKM Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang eksis hanya sekitar 15%. Hambatan utama mengembangkan UMKM/IKM berorientasi ekspor adalah anggaran pembinaan yang terbatas. “Untuk meningkatkan UKM berdaya saing global perlu dana yang tidak sedikit. Namun anggaran kita terbatas. Padahal potensi UKM sangat besar, kontribusinya mencapai 68% dari PDB nasional,” ungkapnya.

Dia menilai di tengah pelemahan rupiah saat ini, seharusnya sektor UKMK didorong untuk meningkatkan produktivitas untuk kegiatan ekspor.

Hanya saja Bendahara Megawati Institut ini mengingatkan selain lemahnya pembiayaan, persoalan yang dihadapi oleh sektor usaha mikro adalah masalah manajerial. ***

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top