JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Kebijakan pemerintah menghapus pungutan ekspor produk CPO dan turunannya belum tentu membuat harga TBS sawit langsung melonjak naik. Pasalnya, masih ada biaya lain yang ikut mempengaruhi produksi CPO. “Memang diprediksi ada kenaikkan, tapi saya menduga kenaikkan itu tidak signifikan dan tidak langsung berdampak pada kesejahteraan petani,” kata Anggota Komisi VI DPR, Hendrik Lewerissa kepada suarainvestor, Senin (18/7/2022).
Seperti diketahui pemerintah menerbitkan kebijakan penghapusan pungutan ekspor menjadi US0/MT berlaku mulai 15 Juli 2022 sampai dengan 31 Agustus 2022. “Saya kira masih banyak segmen lain yang mempengaruhi kenaikan harga CPO dan TBS, misalnya harga pupuk, lalu aturan Domestik Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (PSO),” ujarnya lagi.
Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa awal mula kisruh CPO ini karena pemerintah menerbitkan larangan kebijakan ekspor CPO, agar harga minyak goreng tidak langka di dalam negeri. “Dengan penerapan aturan DMO dan PSO, memang ini menjadi dilema juga. Karena pemerintah ingin mengatur harga menjadi murah, tapi karena supplynya terganggu maka konsumen sulit mencari harga murah,” terangnya.
Ketua DPD Partai Gerindra Maluku ini menyarakan agar kembali kepada rezim lama, yakni menyerahkan harga CPO pada pasar tetapi ketersediaan minyak goreng melimpah di dalam negeri. “Bagaimanapun juga cost produksi ikut berpengaruh pada harga TBS sawit,” ucapnya.
Terkait pencabutan pungutan yang hanya berlaku sampai 31 Agustus 2022, Hendrik meragukan rentang waktu yang pendek tersebut akan berdampak pada kesejahteraan petani. “Kalau mau mensejahterakan petani sawit, jangan sampai 31 Agustus 2022 saja, tetapi sampai minyak goreng stabil seperti dulu,” imbuhnya. ***
Penulis : Iwan Damiri
Editor : Eko