Nasional

Setara Institute: Kisruh DPD Penhancuran Wibawa Hukum

Setara Institute: Kisruh DPD Penhancuran Wibawa Hukum

JAKARTA – Hendardi, Ketua Setara Institute menegaskan penghancuran sistematis wibawa hukum dan supremasi hukum di Indonesia, seperti yang terlihat dalam sidang paripurna DPD yang menghasilkan pimpinan baru DPD, tidak bisa dibiarkan dan harus diselamatkan karena akan berimplikasi serius pada kepercayaan publik terhadap institusi-institusi negara.

“MA sebagai lembagai peradilan tertinggi telah secara keliru dengan melantik ketua baru DPD, meski mengingkari putusannya sendiri terkait putusan Tata Tertib DPD yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD,” demikian Hendardi dalam keterangannya pada wartawan di Jakarta, Rabu (5/4/2017).

OSO yang terpilih sebagai Ketua DPD adalah pebisnis dan politikus handal, yang selama ini gemar menggoyahkan kemapanan organisasi-organisasi sosial. OSO pernah berhasil menjadi Ketua HKTI meski berkonflik dengan Prabowo Subianto. OSO juga pernah berhasil memecah KADIN dengan mengangkat Ketua Umum yang dikehendakinya.

Terakhir, prestasi OSO adalah menyelinap di tubuh Hanura dengan langsung menduduki ketua umum partai. Secara formal, prestasi OSO dicapai melalui mekanisme-mekanisme demokrasi yang tersedia di masing-masing institusi tersebut karena itu tidak bisa dipersoalkan.

Tapi dalam konteks kisruh DPD misalnya, dengan piawai OSO dan para pendukungnya, secara terbuka menciderai demokrasi konstitusional, karena meletakkan supremasi aspirasi mayoritas anggota DPD, meskipun mengingkari supremasi hukum. Substansi pelanggaran itulah yang terbuka untuk dipersoalkan.

Dalam konteks kisruh DPD dan tindakan kontradiktif MA, sejumlah langkah harus dilakukan untuk mencegah implikasi dari peristiwa itu dan memperbaiki situasi di masa yang akan datang: pertama, anggota DPD yang tidak bersetuju dengan pergantian kepemimpinan, masih bisa mempersoalkannya ke PTUN atau bahkan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN atas tindakan dan produk paripurna DPD.

Dengan demikian kata Hendardi, produk politik itu bisa diuji melalui proses hukum, yang seharunya bebas dari kepentingan politik. Kedua, Ketua Mahkamah Agung (MA) harus memberikan penjelasan kepada publik tentang sikapnya yang mendua dalam konflik antarfaksi di DPD, untuk mencegah menguatnya ketidakpercayaan publik pada MA.

Ketiga, presiden dan DPR segera merancang pembaruan UU MD3 yang mengatur kedudukan DPD secara lebih detail, termasuk pengaturan perihal keanggotaan DPD yang aktif di partai politik. “Cara ini ditujukan untuk menyelamatkan DPD dimasa depan sebagai institusi representasi daerah dan memperkuat check and balances pada lembaga perwakilan,” pungkasnya.

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top