JAKARTA-Posisi rupiah terhadap mata uang asing diprediksi masih cenderung “menguat”. Namun pemerintah tampaknya tak mau rupiah terlalu kuat. Alasannya demi menjaga ekspor. Ada spekulasi yang berkembang, suku bunga The Fed berpeluang naik di September atau Desember nanti. “Ada baiknya beli sekarang sebelum ada kejelasan kenaikan suku bunga The Fed, yang bisa melambungkan USD,” kata analis PT Cerdas Indonesia Berjangka, Suluh Adil Wicaksono, Senin (8/8/2016).
Menurut Suluh, dollar AS masih menjadi pilihan utama. Meski posisi IDR terhadap USD di jalur penguatan. Hal ini lantaran kondisi ekonomi dalam negeri dan euforia tax amnesty, menjadi penopang penguatan rupiah di hadapan mata uang dunia pada tahun ini. Kini para investor bisa mulai melirik potensi keuntungan menggenggam mata uang negara lain.
Terkait mata uang SGD, Suluh melihat Singapura sebagai salah satu negara di Asia Tenggara dengan performa terbaik. “Pergerakan harga minyak yang negatif membebani rupiah, tapi tidak SGD, begitu juga dengan imbas pergerakan USD,” ujarnya.
Namun, rupiah berpeluang menguat terhadap SGD ke Rp 9.600–Rp 9.650 di akhir tahun, jika data ekonomi Indonesia mengkilap plus dukungan tax amnesty.
Sementara itu analis PT Central Capital Futures, Wahyu Tri Wibowo menjelaskan ada lima mata uang asing yang paling banyak ditransaksikan. Mereka adalah dollar Amerika Serikat (USD), yen Jepang (JPY), euro (EUR), dollar Singapura (SGD) dan dollar Australia (AUD).
Dia menyarankan agar investor memilih JPY, USD dan SGD. Sebagai mata uang safe haven, Yen lebih kuat dibanding mata uang lain. Investor mengincar Yen untuk mengamankan aset di tengah kekhawatiran atas dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) bagi perekonomian global.
Proyeksi Wahyu, JPY/IDR nongkrong di Rp 135 akhir tahun ini. Mengutip Bloomberg Jumat (5/8), nilai tukar rupiah terhadap yen senilai Rp 129,97 atau tergerus 13,4% secara year to date (ytd). ***