JAKARTA –Usulan Hak Angket DPR tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) tampaknya perlu segera direalisasikan. Karena mendapat respon tinggi dari sejumlah anggota fraksi di DPR. “Naskah tersebut (Hak Angket), berisikan kesimpulan sementara bahwa dalam keputusan atau kebijakan pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing ada pelanggaran undang-undang,” kata Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Fahri Hamzah dihubungi wartawan, Selasa (24/4/2018).
Usulan yang digelontorkan politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, mendapat dukungan sejumlah anggota DPR, dan mereka siap untuk menandatangani usulan Hak Angket DPR tentang TKA itu.
“Ini yang sedang disusun dan saya mendengar beberapa teman juga siap untuk menandatangani, saya juga siap untuk menandatangani karena terlalu banyak masalah dengan kedatangan pekerja kasar ke Indonesia,” ungkap Fahri.
Dia menyebutkan Perpres No.20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, sudah jelas melanggar ketentuan dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur syarat masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia.
Dalam aturan tersebut, sudah diatur bahwa tenaga kerja yang boleh masuk ke Indonesia merupakan tenaga ahli dengan keahlian khusus. Termasuk juga paham dengan bahasa lokal supaya dapat menyalurkan ilmu dan pengetahuan. “Kenyataan di lapangan, masih banyak ditemukan tenaga asing asal China yang merupakan tenaga kerja kasar dan tidal paham dengan bahasa lokal,” ungkapnya.
Sehingga, dikeluarkannya Perpres tidak lebih sebagai legalisasi pelanggaran UU untuk memasukkan tenaga kerja asing dalam upaya menyingkirkan buruh dan tenaga kerja lokal.
“Karena itu lah, saya kira baik kebijakannya maupun perpresnya itu sama-sama telah melanggar UU,” tukas Ketua Timwas TKI DPR itu.
Apalagi, menurut Fahri, kedatangan pekerja kasar ke Indonesia menyebabkan kecemburuan dari masyarakat Indonesia yang menganggur namun tiba-tiba pemerintah mendatangkan pekerja asing tanpa alasan dan diduga bertentangan dengan UU.
Sebelum Perpres itu dikeluarkan, katanya lagi, orang asing sudah banyak yang datang. Setelah kebijakan itu dikeluarkan, seolah-olah melegalkan, padahal undang-undang telah melarang.
“Karenanya, kebijakan soal TKA itu tidak cukup dengan interpelasi melalui jawaban tertulis, tetapi lebih baik dilakukan investigasi melalui Pansus Angket TKA,” ucap Anggota DPR dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Oleh karena itu, lanjut Fahri Hamzah, pansus angket diperlukan untuk menginvestigasi kebijakan. Menurut dia, langkah investigasi melalui Pansus juga memberikan ketenangan kepada publik mengenai apa yang sebenarnya terjadi terkait dengan Perpres tersebut.
“Dalam interpelasi, dia tidak ada investigasi, kunjungan lapangan, tidak ada pemanggilan, hanya bertanya melalui paripurna dan dijawab melalui paripurna,” tutup Fahri.