Market

Refleksi Akhir 2021, Tak Ada Upaya Pemerintah Stabilkan Harga Pangan

Refleksi Akhir 2021, Tak Ada Upaya Pemerintah Stabilkan Harga Pangan
Diskusi virtual Gelora TV Refleksi Akhir Tahun, Selamat Datang Tahun Politik/Foto: Anjasmara

JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Gejolak harga sembako saat Natal dan Tahun baru mengindikasikan pemerintah tidak ada upaya menjaga stabilitas harga pangan. Bahkan lebih pro terhadap oligarki yang berkuasa di Indonesia. “Hari ini tidak ada tuh saya lihat niat pemerintah (menstabilkan harga). Eggak ada tuh sikapnya mau ngapain dan sebagainya. Padahal Ibu-ibu dan keluarga-keluarga yang terimbas pandemi Covid-19 hingga kini tak memiliki kerjaan sudah mengeluh semua,” kata ekonom senior, Rizal Ramli dalam diskusi yang disiarkan Gelora TV secara virtual, Kamis (30/12/2021) petang.

Namun, dia memandang ekonomi pada 2022 akan ada sedikit perbaikan dibanding 2021. Tetapi penerimaan pajak yang diklaim faktanya meroket, bertolak belakang dengan fakta yang dia dapat. Penerimaan pajak saat ini sudah anjlok jika dilihat dari tax ratio yang hanya 7,8 persen atau menurutnya paling buruk. Tapi di sisi yang lain, pemerintah justru menaikkan pajak rakyat kecil untuk menopang keuangan negara bukan malah menekan pengemplang pajak.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta menyebut 2022 sebagai tahun perubahan besar terhadap penyelesaian masalah ketimpangan ekonomi, pembusukan demokrasi dan hukum yang berpihak kepada oligarki selama ini.”Ini semua bisa menjadi satu ledakan sosial yang bisa terjadi setiap waktu, walaupun terus-menerus ditutupi dengan angka-angka ekonomi makro yang tampak menggembirakan,” ujarnya.

Dalam beberapa bulan terakhir dirinya keliling Pulau Jawa dan Bali, Anis mengungkapkan bahwa beban hidup masyarakat sehari-sehari di lapisan bawah justru bertambah berat, seperti tidak tahu bagaimana harus bergerak dari keterpurukan ekonomi saat ini. “Memang betul, ada kesulitan hidup, beban hidup dan himpitan hidup yang makin berat,” terangnya lagi.

Perubahan besar dalam sistem politik ini, lanjut Anis lagi, diharapkan dapat mengembalikan demokrasi Indonesia pada jalur yang benar. Sehingga memungkinkan orang-orang terbaik dapat memimpin bangsa ini dan mampu mengatasi masalah ketimpangan ekonomi. “Semua krisis dan kesedihan yang kita lihat sepanjang tahun 2021 ini, tidak bisa kita tutupi dengan angka-angka makro yang kelihatan menggembirakan, tapi sebenarnya tidak pernah kita rasakan. Karena itu, kita perlu perubahan dalam sistem politik kita,” tegasnya.

Sedangka Pakar hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, hukum selama ini dikendalikan oligarki untuk melindungi kelompok kepentingan besar. Sehingga kepentingan kelompok tersebut selalu dikompromikan, sementara hukum untuk masyarakat selalu ditekan.”Makhluk ini akan tetap hidup dan cari untung terus. Masalah rakyat kecil memang diurus, tapi yang bikin pusing ini masalah konglomerat dan penyelenggara negara. Oligarki ini ada di pemerintahan di dalam dan di luar pemerintahan. Dan DPR sekarang kayak kantor cabang Presiden saja, UU apa saja diketok tanpa ada perdebatan panjang,” kata Margarito.

Selain itu, Margarito menilai juga MK sudah seperti ‘diskotik’ saja semua keputusannya bersifat final and binding bersifat mengikat dan tidak ada ruang hukum untuk mengujinya lagi.Namun, disatu sisi MK membuat keputusan janggal soal UU Cipta Kerja dengan mendasarkan pada UU No.12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, tidak menggunakan dasar legal standing dan bahwa UU yang di dalam Cipta Kerja sudah ada yang pernah diputuskan. ***

Penulis     :   Arpaso

Editor      :   Budiono

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top