JAKARTA – Setelah sidang paripurna DPD soal pembacaan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Tatib DPD RI terkait masa jabatan pimpinan DPD RI selama 2,5 tahun dibuka, sidang pun diwarnai berbagai interupsi. Anggota DPD RI menanggapi pro dan kontra terhadap putusan MA yang menganulir Tatib tersebut.
Sidang dipimpin oleh Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad dan GKR Hemas di Gedung DPD RI Jakarta, Senin (3/4/2017). “Putusan MA dibacakan dulu,” kata Hemas. Namun, belum sempat Hemas membaca putusan MA, anggota lainnya memotong pembicaraan.
Senator dari Kepulauan Riau, Djasarmen Purba menanyakan tata tertib apa yang digunakan dalam memilih pimpinan. “Pimpinan sepakat membuat keputusan. Silakan dibacakan keputusan. Karena itu perintah MA. Sekarang, tatib apa yang dipakai? Sekarang kita kembali ke 2014,” tegas Djasarmen.
Anggota DPD lainnya, Instiawati Ayus mengajak anggota DPD lainnya menyimak pembacaan putusan MA. “Kita simak saja, nanti ada jeda nanti. Mari kita dengarkan semuanya,” ungkapnya.
Dalam sidang paripurna, sempat terjadi aksi saling mendorong sebelum rapat dibuka. Tidak hanya mendorong, sidang juga diwarnai oleh aksi menggebrak meja. Hal itu dimulai saat anggota DPD asal Maluku Utara, Basri Salama mengajukan interupsi.
Dia mengatakan, seharusnya ada penyerahan penanggungjawab sidang dari pimpinan DPD kepada pimpinan sementara yang dibahas dalam Panitia Musyawarah (Panmus). Sebab, masa jabatan dua pimpinan sidang, yakni Farouk Muhammad dan GKR Hemas dianggap sudah berakhir jika mengikuti tatib masa jabatan 2,5 tahun.
“Kalau tidak melakukan penjadwalan kembali terhadap penyerahan pimpinan sidang kepada pimpinan sidang sementara, maka Pukul 12.00 WIB terjadi kekosongan (pimpinan). Kalau tidak ditaati maka seluruh proses dari produk hukum akan jadi ilegal,” kata Basri.
Kemudian muncul Anggota DPD asal Jawa Timur Ahmad Nawardi yang mengatakan bahwa Panmus mengamanatkan pimpinan sementara untuk memimpin rapat. Nawardi yang maju ke meja pimpinan sidang sempat adu mulut dengan Farouk. “Kami di sini diamanatkan oleh rapat paripurna kemarin,” kata Farouk.
Lalu, Nawardi mengambil-alih pengeras suara di podium sambil membawa secarik kertas berisi kesimpulan rapat Panmus beberapa waktu lalu. Di sela Nawardi membacakan hasil panmus tersebut, muncul senator lain yang tak terima Nawardi mengambil-alih podium.
Namun, ia kemudian diseret oleh senator lain dan suasana menjadi rusuh. Sejumlah anggota ikut maju ke depan. Keamanan pun dipanggil. “Pengamanan! Pengamanan!” ujar salah satu peserta sidang dari meja rapat. “Pimpinan ambil-alih!” ujar suara lain.
Suara kemudian bersahut-sahutan lewat pengeras suara di meja rapat. Di tengah-tengah kericuhan, sempat terdengar suara adzan yang mengalun dari pengeras suara.
Suara adzan tersebut dilanjutkan dengan baca-bacaan istigfar. Belakangan, suara nyanyian Indonesia Raya ikut mengalun di tengah-tengah kerusuhan. “Jangan nyanyi. Menghina Indonesia Raya kalau rusuh,” kata GKR Hemas.
Kericuhan itu berlangsung sekitar 30 menit. Hingga rapat dibuka, suara-suara interupsi terus diajukan. Termasuk saat pimpinan DPD menunjuk Sekretaris Jenderal DPD untuk membacakan hasil panmus putusan MA.
Hingga Pukul 15.05 WIB, rapat masih diwarnai sahutan-sahutan interupsi. “Kalau tidak bisa dilanjutkan kami skors,” kata Hemas. Rapat pun diskors sampai waktu yang tidak ditentukan.
