SURABAYA,SUARAINVESTOR.COM – Maraknya pernikahan dini di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Menurut Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, pernikahan dini berpengaruh besar pada kesehatan dan psikologis anak. Oleh sebab itu, edukasi pada masyarakat harus ditingkatkan.
“Pemerintah daerah, dinas terkait, tokoh agama, dan elemen masyarakat lainnya perlu terus mengedukasi untuk mencegah perkawinan anak. Sosialisasinya harus dilakukan dengan berbagai saluran,” kata LaNyalla, Minggu (8/8/2021).
Berdasarkan catatan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Banyuwangi, sejak Januari hingga Juni 2021, terdapat 99 kasus pernikahan di bawah usia 20 tahun sebesar 10,3 persen. Sementara pada tahun 2020 terdapat sekitar 763 izin dispensasi perkawinan anak.
“Padahal pernikahan di usia dini cenderung akan menurunkan kualitas hidup pasangan tersebut kelak. Karena masa tumbuh kembang anak yang belum dewasa menjadi terganggu,” ujarnya.
Dikatakan, berbagai dampak buruk perkawinan anak antara lain membahayakan persalinan, resiko anak stunting, kekerasan dalam rumah tangga, hingga putus sekolah.
Faktor pendidikan rendah, kultur yang masih kental dan agama, jelas LaNyalla, menjadi penyebab tingginya angka pernikahan di usia dini.
“Berdasarkan temuan di lapangan, semakin rendah pendidikan, terjadinya pernikahan akan semakin tinggi. Apalagi di masa pandemi ini dengan adanya pendidikan jarak jauh, semangat dan minat untuk belajar makin jauh menurun,” tambahnya.
Masih adanya keyakinan di tengah masyarakat desa jika perempuan di atas 20 tahun belum menikah dianggap perawan tua. Ini juga bisa memicu faktor pernikahan dini. “Adanya nikah siri berpengaruh juga karena setelah usia 21 tahun baru dicatatkan atau menikah secara formal di KUA baru diformalkan,” kata LaNyalla.
Semua faktor tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama oleh stakeholder dan masyarakat. “Pemerintah kemudian tokoh agama serta masyarakat perlu saling bahu membahu mencegah terjadinya pernikahan dini. Mungkin perlu juga inovasi di dunia pendidikan untuk kembali menggaet minat belajar,” ungkapnya.
Beberapa bulan lalu Pemkab Banyuwangi membentuk duta cegah perkawinan anak. Sebanyak 200 anak perwakilan pelajar SMP dan SMA mengikuti pelatihan dengan narasumber lintas sektor, mulai Kementerian Agama, Dinas Kesehatan, hingga Dinas Pendidikan.
“Keberadaan para duta ini perlu diintensifkan lagi karena mereka dikukuhkan untuk melakukan sosialisasi pencegahan pernikahan usia dini di lingkungannya,” tutur LaNyalla.
Sesuai UU Nomor 16/2009 tentang Perkawinan, batas usia perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun. Jika kurang dari 19 tahun, maka harus mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan.