JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM– Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) segera membahas status pendirian pabrik semen di Aceh Selatan. Adapun pabrik itu, diketahui berkapasitas produksi 6 juta ton per tahun dengan nilai investasi mencapai Rp10 triliun. “Minggu depan akan ada rapat koordinasi antara Kementerian Perindustrian dan BKPM dan akan memeriksa status perizinan via OSS Semen Hongshi yang di Aceh serta Semen Wonogiri,” kata Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Lilik Unggul Raharjo di Jakarta, Sabtu, (25/5/2024).
Seperti diketahui bahwa ada penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman soal rencana pendirian pabrik baru, yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dengan perusahaan asal China, pada Sabtu 18 Mei 2024 di Jakarta.
Penandatanganan MoU dilakukan Penjabat (Pj) Bupati Aceh Selatan Cut Syazalisma dengan PT. Kobexindo Cement, konsorsium Hongshi Holding Group.
Menurut Lilik, hal itu dianggap bertolak belakang dengan moratorium. Selain itu, akan mengancam tiga pabrik semen milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang di daerah Sumatera. Ketiganya yakni PT.Solusi Bangun Andalas (SBA) dengan produksi 1,8 juta ton per tahun. “Ini dipastikan akan gulung tikar,” ucap Lilik.
Kedua, yakni PT Semen Padang di Sumatera Barat (Sumbar) dengan kapasitas 8 juta ton per tahun; dan PT.Semen Baturaja di Sumatera Selatan (Sumsel) dengan kapasitas produksi 2,5 juta ton per tahun. “Tambah Semen Padang di Dumai yang produksinya tidak besar. Belum lagi semen dari pabrik swasta nasional yang merambah Sumatera,” jelas Lilik.
Menurut Lilik, saat ini kondisi semen terjadi kelebihan pasokan (over supply) mencapai 54,4 juta ton. Hal itu karena kebutuhan dalam negeri tercatat hanya 65,5 juta ton sementara produksi mencapai 119,9 juta ton.
Atas kondisi itu, menurut Lilik pemerintah sudah mengunci izin baru pabrik semen, mengingat di dalam negeri produksi melimpah ruah. “Pemeringah sudah membuat moratorim, tidak ada lagi izin untuk pabrik baru, kecuali untuk daerah Papua dan Maluku,” ucap Lilik.
Lilik menjelaskan, dalam perizinan berusaha industri semen via Online Single Submission (OSS) yang sekarang, sudah ada kebijakan moratorium investasi pabrik semen baru (terintegrasi).
Dia mengungkapkan bahwa saat ini pembangunan pabrik baru sudah tidak bisa diproses (terkunci di sistem), kecuali untuk daerah Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. Meskipun hal itu belum tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Daftar Prioritas Investasi.
“Perizinan berusaha via OSS per 31 Maret 2024 sudah terintegrasi secara elektronik dengan izin lingkungan (Amdal),” jelas dia.
Lebih lanjut, Lilik mengatakan bahwa industri semen dikategorikan risiko menengah tinggi sehingga dalam mengajukan perizinan berusaha berbasis risiko dan agar kegiatan industri menjadi legal harus mengajukan via OSS dan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) dengan output atau keluaran NIB (Nomor Induk Berusaha) berlaku efektif dan Sertifikat Standar. “Adapun Kementerian Perindustrian akan melakukan verifikasi teknis kepada industri PMA sebelum izin dimaksud dapat diterbitkan,” tambah Lilik.
Hal-hal lain, kata Lilik, dalam mengajukan kewajiban maupun fasilitasi seperti Sertifikasi SNI wajib, TKDN, insentif keringanan fiskal, dan lainnya. Perusahaan wajib memiliki izin yang telah berlaku efektif (NIB dan Sertifikat Standar).
Dengan demikian, lanjut Lilik, jika PT Kobexindo Cement atau Hongshi tetap membangun pabrik semen di Aceh tanpa mengajukan permohonan perizinan via OSS, maka ke depannya akan kesulitan dalam mengajukan persyaratan berusaha yang diwajibkan.“Sebagai contoh sertifikat SNI dan produk yang dihasilkan akan menjadi tidak legal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku,” tukas Lilik.
Oleh karena itu, Lilik mengatakan bahwa Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bakal menggelar rapat koordinasi guna membahas soal pembangunan pabrik semen di Aceh Selatan. Meski begitu, dia tidak menyebut kapan tanggal pasti terkait rencana rakor tersebut.
Selain itu, tambah Lilik, Kementerian Perindustrian juga akan memberikan prosedur-prosedur perizinan berusaha via OSS dan SIINas yang harus dilalui oleh perusahaan. “Tampaknya masalah Aceh ini sudah jadi isu. Makanya akan ada rapat membahas hal dimaksud,” imbuh Lilik.***
Penulis : Chandra
Editor : Chandra