JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Arsul Sani meminta pemerintah fokus pada aspek pencegahan terorisme, yang tak saja saat terjadi tindak kejahatan, tapi pencegahan dari aspek ideologi yang dilalukan oleh kementerian dan lembaga yang ada agar tak saling tumpang-tindah.
“Khususnya terkait program dan anggaran misalnya antara BNPT, BIN, Kepolisian, TNI, dan lembaga terkait. Jangan sampai satu lembaga dan lembaga yang lain memiliki program yang sama, sehingga saling bertabrakan antara penanganan dan anggarannya,” kata Arsul Sani.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum DPP PPP itu dalam diskusi Empat Pilar MPR RI “Internalisasi Nilai-Nilai Kebangsaan untuk Menangkal Radikalisme bagi Generasi Muda” bersama Penasihat Fraksi Golkar MPR RI Agun Gunandjar Sudarsa, di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin, 5 April 2021.
Lebih lanjut Arsul mengatakan dalam penanganan terorisme pemerintah sudah mempunyai dua program, yaitu kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Sesuai UU No.5 tahun 2018 tentang pencegahan terorisme, bagaimana agar masyarakat tak terpapar paham radikal yang intoleran, melakukan tindak kejahatan, dan sebagainya. “Anehnya masih menggunakan pola lama dimana masing-masing lembaga menggunakan fungsi yang sama dan sama-sama memiliki program anggaran.
Ditambah lagi tak ada koordinasi antar lembaga terkait capaiannya. Sehingga selain tidak efektif juga terjadi pemborosan anggaran atau overlaping. “Kedua program itu tercermin dalam implementasi kebijakannya. Sayangnya aspek pencegahannya tak terlihat, dan yang menonjol justru penanganannya,” tambah Arsul.
Selain tak ada koordinasi, juga tak ada ukuran target keberhasilannya. Termasuk dalam RUU terkait pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. “Semuanya bersentuhan dengan program kontra radikalisasi dan deradikalisasi,” tambah Arsul.
Karena itu kata Arsul, yang menjadi tantangan pemerintah adalah menata menejemen yang lebih baik. “Baik kontra radikalisasi maupun deradikalisasi itu sendiri. Bagaimana anggaran negara itu tidak menguap begitu saja,” ungkapnya.
Agun Gunandjar sependapat agar upaya pencegahan terorisme diprioritaskan. Hal itu agar tak hanya menonjol pada aspek penanganan, sementara ideologi terorisme itu akan selalu muncul. “Nah, salah satu upaya pencegahannya adalah pemahaman agama yang benar dan kesadaran sebagai warga bangsa yang berdasarkan ideologi Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI juga harus benar. Inilah yang harus menjadi pemahaman dan kesadaran bersama sebagaj warga negara Indonesia,” jelas Agun.
Sosialisasi 4 pilar MPR RI dilakukan oleh MPR RI, namun meski MPR sudah kerja keras melakukan sosialisasi, tapi tanpa didukung tokoh agama, pendakwah, rohaniwan yang memadai, dan amggaran yang cukup, maka aspek pencegahan tetap sulit dilakukan. “Maka wajar yang muncul hanya kesan represip oleh Densus 88,” jelas politisi Golkar itu.
Ditambah lagi partai politik tak menjalankan fungsinya di tengah terjadinya polarisasi dan pergeseran ideologi sekarang ini. Akhirnya kebijakan politik yang dihasilkan menimbulkan pro dan kontra di masyatakat. Alhasil sikap politik dan keputusan yang diambil berdasarkan kepentingan pragmatis. “Bukan.kepentingan bangsa dan negara,” kata Agun kecewa.
Karena itu, ia berharap Pancasila itu dilalaksanakan secara menyeluruh. Bahwa keberagaman itu sebuah keniscayaan bangsa ini. “Sebagai warga negara kita tak boleh sombong, harus menjunjung tinggi toleransi, membangun kebersamaan dan konsisten dalam berjuang untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Kesadaran terhadap jati diri bangsa ini harus dimiliki generasi muda,” pungkasnya.