JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM – Pimpinan MPR RI menegaskan jika isu MPR akan melakukan amandemen itu hanya wacana yang terjadi di masyarakat. Khsusnya setelah Ketua MPR RI berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2021 lalu, bahwa diperlukannya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Itu wajar saja. Namun, jangankan amandeme, materi atau bahan PPHN itu sendiri sampai hari ini belum ada.
Yang menjadi persoalan terkait PPHN hanya masalah payung hukumnya; melalui TAP MPR RI atau UU. Sembilan fraksi di DPR RI dan sebanyak 6 fraksi (PDIP, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PPP) fraksi setuju melalui TAP MPR RI, sedangkan tiga fraksi (Golkar, Demokrat dan PKS) setuju melalui UU. “Jadi, belanda masih jauh,” demikian Wakil ketua MPR RI Arsul Sani.
Hal itu disampaikan Arsul Sani dalam dialektika demokrasi ‘Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI 1945’ bersama Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan, dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin (6/9/2021).
Lebih lanjut Arsul mengatakan bahwa amandemen itu tidak mudah, dan harus kembali ke pasal 37 UUD NRI dimana usulan it harus disetujui 1/3 anggota dari 711 anggota MPR RI atau sebanyak 238 anggota, termasuk DPD RI. Tapi, bicara amandemen itu biasa saja, tidak boleh dilarang. “Amandemen itu tak boleh dipaksakan, serampangan, dan apalagi hanya untuk kelompok tertentu,” jelas Waketum DPP PPP itu.
Wacana PPHN dan amandemen itu bergulir menurut Arsul, karena ada rekomendasi dari MPR RI sebelumnya (2019) terkait kajian konstitusi. Tapi, tidak mudah. “Selain harus ada naskah akademik berikut alasannya, dan usulan itu harus disetujui 1/3 anggota MPR RI. Kalua tidak, ya tidak bisa,” jelas Arsul.
Karena itu kata dia, mustahil akan ada penambahan tiga periode, penambahan jabatan atau pemunduran pemilu 2027, jika tak ada amandemen. “Maka, PPP yakin tak akan ada amandemen dan yang menjadi prioritas saat ini adalah penanganan pandemic covid-19. Terlebih tahapan pemilu 2023 sudah dimulai. Bahkan sekarang ada partai yang sudah sibuk menuju pemilu 2024,” ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan Syarief Hasan, bahwa isu amandemen itu hanya wacana, dan orang bebas saja bicara, karena memang tidak dilarang. Sedangkan di MPR RI sendiri belum ada keputusan apapun, termasuk PPHN.
“Amandemen itu banyak hal yang harus dipertimbangkan. Khususnya untuk kesejahteraan rakyat. Jangan sampai terjadi kegaduhan politik yang tidak perlu. Karenanya, Demokrat menolak amandemen itu. Sementara untuk PPHN Demokrat setuju diatur melalui UU,” tambahnya.
Sementara itu Pangi Syarwi juga berharap wacana itu tidak menjadi kenyataan. Sebab, dalam politik semua itu bisa terjadi. “Kalau MPR RI tetap memaksakan perpanjangan jabatan, atau penundaan pemilu, kami pasti akan turun ke jalan,” ungkapnya.