JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Keberadaan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan penanganan covid 19, sejak awal pembentukannya terlihat “cacat formal”. Karena belum terpenuhinya syarat pembentukan sebuah Perppu, yang antara lain adanya syarat bila ada kekosongan hukum. “Syarat ini tidak terpenuhi, karena sudah ada ruang antisipatif produk Undang-Undang organik yang dapat dijadikan acuan saat terjadi bencana dan akibat hukumnya dalam keadaan darurat,” kata Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syaputra dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Sehingga semestinya perpu tidak begitu urgent untuk dimunculkan. Persoalan ini kemudian berkembang menjadi bola salju. Bahkan saat ini sudah masuk judicial eview (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK). “Keberadaan Perppu ini seolah menjadi perisai dan sekaligus menjadi payung perlindungan para pejabat pemegang anggaran. Sehingga bisa terhindar dari tuntutan hukum, baik tindak pidana korupsi, gugatan perdata maupun tata usaha negara,” tambahnya.
Perppu ini bukanlah imunitas absolut, lanjut Dosen FH UBK, kalaupun ditemukan dan terjadi tindak korupsi tetap bisa diproses hukum. Karena tujuan keberadaan Perppu ini bukan untuk imunitas, melainkan untuk mendorong percepatan penyelesaian bencana Covid 19. Sehingga harus dengan bekerja teliti dan hati -hati,” ujarnya lagi.
Semua kewenangan dan fungsi lembaga harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Hal ini mengingat sumpah jabatannya dan harus bertanggung jawab sesuai tupoksinya sesuai Undang-Undang. “Kalaupun ditemukan perbuatan yang bertentantangan dengan undang undang, itu tetap masuk delik korupsi,” jelas Azmi.
Apalagi sampai ditemukan bukti peristiwa suap, artinya tugas kewajiban pejabat tersebut tidak dilaksanakan dengan iktikad baik. Artinya, malah ternyata mengambil keuntungan atau menguntungkan orang lain. “Bisa jadi ada kerugian negara, makanya dapat dijerat hukuman melalui UU Tipikor,” ungkapnya.
Intinya, sepanjang ditemukan bukti-bukti korupsi atau penyelewengan yang cukup kuat. Maka, bisa dibidik dengan menggunakan UU Tipikor Pasal 2 jo, pasal 3 maupun pasal-pasal yang terkait lainnya.
Sebuah Perppu tetap mengacu pada asas-asas hukum. Maka berdasarkan asas hukum ini, tidak ada pejabat publik yang bisa kebal hukum. Bahkan jabatan presiden sekalipun dibatasi oleh Undang-Undang. Sehingga ada keseimbangan fungsi kelembagaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Jadi tidak tepat bila ada anggapan istilah imunitas, karena itu dibutuhkan pengawasan dari semua pihak dan melibatkan partisipasi masyarakat serta ruang komunikasi publik. Sehingga penanganan wabah Covid-19 ini dapat tercapai dengan lebih efisien dan efektif.
Pemerintah harus bersifat terbuka agar terhindar dari penyimpangan dan kekeliruan, serta bersedia menerima masukan sekaligus “kritik yang solutif ” guna mendapatkan dialektika dan meluruskan arah perjalanan bangsa.Kata kuncinya, dalam menjalankan Perppu ini adalah amanah, keinginan luhur serta komitmen para penyelenggara negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial sehingga kerja-kerja yang dilakukan adalah berlomba lomba dalam kebaikan.
***