Opini

Mengevaluasi Ujian Akhir Nasional

Mengevaluasi Ujian Akhir Nasional

*) MH Said Abdullah

Indonesia telah memiliki Sistem Pendidikan Nasional. Beleid ini dibuat tahun 2003, pada masa Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia yang kelima. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) tidak menyebutkan adanya Ujian Akhir Nasional (UAN). Sesuai Pasal 1 ayat 21 Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional hanya mengatur evaluasi.

Penjelasan tentang evaluasi adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

Bahkan didalam SPN, masyarakat diberikah hak dalam proses perencanaan, pelaksanaan pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Evaluasi yang transparan juga menjadi salah satu prinsip pengelolaan satuan pendidikan.

Lantas subyek apa saja yang harus dievaluasi? SPN memandatkan evaluasi bukan hanya terhadap siswa didik. Ada banyak subyek yang perlu dievaluasi sebagaimana mandat SPN. Selain peserta didik, hal lain yang perlu di evaluasi adalah lembaga dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Khusus untuk evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik, yang dalam pelaksanaanya saat ini secara nasional diatur didalam UAN, dan dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik hanya bagian saja dari kegiatan evaluasi pendidikan secara keseluruhan. Teramat jelas diatur dalam pasal 58 ayat 2 UU SPN, ada banyak kegiatan evaluasi, selain evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik.

Diantaranya evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan nasional muaranya adalah sebagai upaya untuk mencapai standar nasional pendidikan.

Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

Titik krusial dari kegiatan evaluasi dan standar nasional pendidikan adalah pada Peraturan Pemerintah (PP). Sebab UU SPN memandatkan ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi dan standar nasional pendidikan diatur lebih lanjut dalam PP.

Oleh karena DPR perlu memastikan, serta mengevaluasi lebih lanjut apakah PP tentang evaluasi dan standar nasional pendidikan telah dibuat, dan dilaksanakan sebagaimana yang dimaksudkan oleh SPN, terutama semangat, asas dan prinsip prinsipnya.

Salah satu poin penting sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menekankan bahwa Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis Peserta Didik.

Apakah semua sekolah telah menjalankan hal ini?

Standar nasional pendidikan yang diatur dalam PP No 32 tahun 2013 telah mengatur banyak hal tentang standar buku teks, standar peralatan laboratorium, standar buku perpustakaan, dan standar sumber belajar lainnya. Berpijak atas ketentuan ini, maka ada implementasi pendidikan nasional yang tidak nyambung.

Standar nasional pendidikannya belum terpenuhi disemua sekolah, tetapi pelaksanaan evaluasinya yang ditentukan dalam Ujian Akhir Nasional diberlakukan nasional. Terlihat kenyataan yang kontradiksi interminus dalam hal ini.

Sebagaimana kita ketahui bersama, ada banyak masalah tentang UAN. Beberapa masalah tentang UAN yang kerap kita jumpai dan menjadi keluhan banyak pihak antara lain; (1) kondisi proses belajar mengajar, dan daya dukung pembelajaran antar sekolah sangat berbeda. Sekolah sekolah di perkotaan yang rerata didukung infrastruktur yang baik, tentu akan berbeda dengan sekolah sekolah di pedalaman. Jangankan infrastruktur yang baik, akses menuju sekolah saja penuh tantangan dan resiko seperti menyebrangi sungai dengan ketiadaan jembatan, dan lain lain.

(2) penyelenggaran UAN tidak mampu membuat sistem pengamanan dengan baik, akibatnya muncul berbagai tindakan curang seperti kunci jawaban bocor, pembiaran contek mencontek oleh guru demi nama baik sekolah,
(3) penentuan kelulusan yang semata mata mengacu UAN telah menghilangkan jejak proses belajar selama 3 tahun kebelakang. Sehingga proses yang berlangsung panjang itu seolah tidak artinya.

Oleh karenanya UAN hanya bisa dilaksanakan ketika standar nasional pendidikan telah terpenuh di semua sekolah diseluruh Indonesia. Tidak hanya itu, proses belajar juga berlangsung dalam suasana yang telah digambarkan dalam PP No 32 tahun 2013.

Jika hal ini belum terpenuhi, maka syarat untuk pelaksanaan UAN dengan sendirinya tidak terpenuhi. Maka sudah seharusnya pemerintah mengevaluasi kembali UAN sebagai satu satunya instrument kelulusan.

Saya mengharapkan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen untuk menentukan kelulusan peserta didik dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi pembangunan wilayah, dan infrastruktur. Hemat saya, yang justru harus dikejar oleh pemerintah adalah pemenuhan standar neasional pendidikan, agar evaluasi proses belajar peserta didik dapat dilakukan secara nasional.

Dalam situasi ketimpangan antar sekolah masih terjadi karena belum terpenuhinya standar nasional pendidikan, berbagai instrumen kelulusan dapat dikombinasikan dalam pembobotan kelulusan, antara ulangan oleh guru di sekolah yang bersangkutan dengan supervisi pemerintah pusat dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan UAN. Ulangan oleh guru di sekolah menempati bobot penilaian lebih tinggi ketimbang UAN untuk sekolah sekolah yang oleh Kementrian Pendidikan masih jauh terpenuhi standar nasional pendidikan. Maka, Kementrian Pendidikan harus menentukan grade untuk tiap tiap sekolah, sebagaimana Kementrian Pendidikan menentukan grade di jenjang pendidikan tinggi.

*) Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Periode 2019-2024

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top