JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Pengadilan telah memutus kasus dugaan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya bukan merupakan tindak pidana, melainkan perkara perdata. Sehingga Henry Surya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Sementara Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengajukan langkah hukum Kasasi atas vonis bebas terdakwa Henry Surya di kasus korupsi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, hal tersebut akan dilakukan dalam kurun waktu 14 hari ke depan. “Vonis lepas Henry Surya pada kasus KSP Indosurya kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum,” katanya Senin (30/1/2023).
Ditempat terpisah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD terlihat kesal dengan putusan pengadilan yang memberikan vonis bebas Henry Surya, bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Selepas pertemuan bersama sejumlah lembaga akhir pekan lalu, bahkan bahkan Mahfud MD mengganti diksi tanggapan terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) terkait putusan kasus Indosurya.
Mahfud kini lebih memilih kalimat tak bisa menghindari ketimbang kalimat menghormati putusan MA. “Kita tidak bisa menghindar dari keputusan Mahkamah Agung. Kini saya mengganti kata menghormati (putusan MA). Saya sekarang mengganti kata ‘tidak bisa menghindar dari keputusan Mahkamah Agung, mungkin kita tidak perlu menghormati. Kita tidak bisa mengindar, itu aja, kan, bisa. Nggak bisa apa pun karena itu keputusan Mahkamah Agung,” terangnya.
Berdasarkan catatan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh KSP Indosurya sekitar Rp106 Triliun dan merugikan sekitar 23.000 orang. Tentu suatu angka yang fantastis yang pernah dilakukan oleh suatu Koperasi. “Dari sisi prinsip hukum, perbuatan dan pertanggungjawaban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Apalagi perbuatan tersebut melanggar hukum dan merugikan orang lain,” kata Praktisi Hukum, Ahmad Irawan kepada suarainvestor.com, Senin (30/1/2023).
Menurut Ahmad Irawan, perbuatan melawan hukum dan merugikan orang lain dapat dilakukan upaya gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. “Hanya saja selama ini gugatan PMH atau wan prestasi seringkali tidak efektif sebagai sarana pemulihan kerugian, apalagi menyangkut eksekusi yang sifatnya materiil dan berupa aset pelaku.”
Jika perbuatan KSP Indosurya dianggap sebagai sebuah perbuatan perdata, kata Ahmad Irawan, sebenarnya yang paling efektif adalah upaya kepailitan terhadap KSP Indosurya, hal mana kurator dapat melakukan sita umum terhadap keuangan dan aset KSP Indosurya untuk selanjutnya dilakukan pengurusan/pemulihan kerugian korban. “Bahkan dapat dikatakan upaya ini dari sisi hukum dan praktik akan lebih efektif dibandingkan dengan sita pidana,” ujarnya lagi.
Namun, lanjut Ahmad Irawan, jika diikuti perkara kasus KSP Indosurya, banyak upaya kepailitan yang diajukan justru “dimentahkan” pada tahapan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Meskipun sebelumnya KSP Indosurya telah dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga dan masih ada upaya hukum Peninjauan Kembali.
Apalagi, sambung Ahmad Irawan, setelah keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 pada Tanggal 15 Desember 2022, hal mana salah satu poin dalam bagian perdata khusus ditentukan bahwa Permohonan Pernyataan Pailit dan Peermohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap koperasi hanya dapat diajukan oleh Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perkoperasian.
Selanjutnya, kata Advokat muda ini, yang menjalankan usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang izinnya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya dapat diajukan oleh OJK.
Menurut Ahmad Irawan, SEMA No. 1/2022 yang keluar pada 15 Desember 2022, telah mempersulit kreditur KSP Indosurya dan justru memberi “keuntungan” pada KSP Indosurya. Hal ini karena berbagai upaya kepailitan yang saat ini sedang jalan dan berproses di Mahkamah Agung diajukan oleh kreditur sesuai UU PKPU dan Kepailitan, bukan oleh Menteri Koperasi atau oleh OJK.
Dengan demikian, lanjut Pengurus BPP HIPMI, SEMA No. 1/2022 bertentangan dengan UU No.7/202 tentang Perkoperasian. Hal mana wewenang Menteri Koperasi di dalam Undang-Undang tersebut adalah melakukan tindakan pembubaran terhadap koperasi yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsdee), bukan wewenang mengajukan upaya hukum kepailitan.
“Momentum bebasnya KSP Indosurya dari jerat pidana semoga dapat membuka mata banyak pihak terhadap berbagai perkara yang melibatkan KSP Indosurya dan alternatif upaya yang dapat dilakukan. Masyarakat, anggota, pengurus dan/atau kreditur KSP Indosurya mendapatkan kembali berbagai haknya dengan cara yang efisien dan efektif,” pungkasnya. ***
Penulis : Chandra
Editor : Chandra