JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Anggota Komisi I DPR Gavriel Putranto Novanto mengungkapkan bahwa kebijakan Indonesia untuk untuk bergabung dengan BRICS merupakan sebuah langkah maju. Hal ini membuat volume perdagangan Indonesia dengan negara-negara besar itu juga ikut terdongkrak. “Saya kira banyak manfaat positifnya, ya terutama dalam masalah trade internasional, termasuk ekspor ke Cina dan India,” katanya kepada wartawan usai rapat Badan Legislasi DPR di Jakarta, Senin (18/11/2024).
Politisi muda Partai Golkar itu menambahkan sebagai negara berdaulat Indonesia memegang prinsip politik luar negeri yang bebas aktif, artinya boleh berdagang dengan siapa saja dan tidak tergantung dengan satu blok ekonomi. “Tidak ada larangan masuk BRICS dan OECD, kita ini negara berdaulat,” tegasnya.
Namun demikian, Putra mantan Ketua DPR RI Setya Novanto itu meminta agar dalam kerjasama BRICS dan OECD lebih mengedepankan kepentingan nasional dan harus memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia. “Yang paling penting adalah mengutamakan kepentingan nasional,” ujarnya lagi.
Ditempat terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, langkah Indonesia untuk bergabung dengan BRICS dapat membuka peluang strategis, khususnya dalam menjalin kesepakatan bilateral di sektor energi. “Dari sisi suplai energi, salah satunya (anggota BRICS) Rusia sebagai penyuplai energi terbesar, dan kita ingin ada kesepakatan atas nama BRICS yang secara bilateral dapat meng-anak emaskan Indonesia. Saya melihatnya kalau sebatas itu, kita bisa lihat secara positif,” katanya di Jakarta, Senin, (18/11/2024).
Dikatakan Yunarto, bahwa saat ini Indonesia tercatat sebagai pengimpor pangan besar, termasuk beras, sehinggga dapat memanfaatkan keanggotaan BRICS untuk menjalin kerja sama dengan India, salah satu importir beras terbesar dunia.
Secara keseluruhan, Yunarto menilai langkah diplomasi Indonesia untuk bergabung dengan BRICS mencerminkan keinginan Indonesia untuk memainkan peran lebih aktif di panggung global.“Beliau (Prabowo) tampaknya mendorong penerapan politik luar negeri bebas aktif dalam arti yang lebih aktif dan konkret, bukan sekadar posisi non-blok yang pasif atau tidak berbuat apa-apa,” jelasnya.
Meskipun demikian, Yunarto mengingatkan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS juga memiliki risiko, terutama jika dilakukan dengan mengambil posisi politik yang terlalu tegas.***
Penulis : Iwan Damiri
Editor : Kamsari