Industri & Perdagangan

Mahyudin: Putusan MK Terhadap UU Cipta Kerja Tidak Tegas

Mahyudin: Putusan MK Terhadap UU Cipta Kerja Tidak Tegas
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin saat memimpin sidang rapat paripurna DPD RI/Foto: Anjasmara

JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Kalangan DPD RI mempertanyakan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Alasannya, putusan terhadap UU Cipta Kerja belum menemukan kesimpulan yang tegas. “Apakah tetap diberlakukan dengan syarat? Ataukah hanya ditangguhkan berlakunya sehingga hukum yang diterapkan tetap mengacu pada aturan perundangan sebelumnya?,” kata Wakil Ketua DPD RI Mahyudin saat Executive Brief di Gedung Nusantara III Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Lebih jauh kata Mahyudin, putusan MK memunculkan tiga masalah formil. Pertama, pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 jo. UU No. 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). “Metode omnibus yang diadopsi dan digunakan untuk membentuk UU Cipta Kerja ini belum diatur dalam UU P3,” jelasnya.

Senator asal Kalimantan Timur ini menjelaskan UU Cipta Kerja juga tidak memenuhi asas kejelasan tujuan, dan asas kejelasan rumusan. Lantaran ditemukan banyaknya substansi yang berubah antara rancangan yang dibahas dengan yang disahkan. “Terakhir, UU ini juga tidak memenuhi asas keterbukaan, karena tidak ada ruang partisipasi yang maksimal, terlebih lagi naskah akademik dan RUU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat,” tutur Mahyudin.

Tiga masalah formil itu, sambungnya, maka DPD RI perlu menyiapkan substansi materi atau isi dari UU Cipta Kerja itu sendiri. Sumbangsih pemikiran, saran, dan masukan dari berbagai pihak terutama yang memiliki keterkaitan dan urgensi yang tinggi terhadap pembahasan Revisi UU Cipta Kerja sangat dibutuhkan.“Kami berharap dapat mempertajam pemahaman, ide, gagasan dan pemikiran yang dapat mendukung proses pembahasan Pansus UU Cipta Kerja DPD RI kedepannya,” harap Mahyudin.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, Dr. Halilul Khairi menjelaskan UU Cipta Kerja telah memberikan dampak negatif pada otonomi daerah. UU ini mengakibatkan penarikan kewenangan daerah ke pusat.“Akibatnya adanya pembatasan hak mengatur oleh daerah. Akibatnya penurunan retribusi daerah,” imbuhnya.

Sedangkan Pakar Hukum Tatanegara Refly Harun mengatakan bahwa dirinya juga merasa bingung atas putusan MK terhadap UU Cipta Kerja ini. Pasalnya, putusan itu tidak jelas apakah UU ini masih berlaku atau tidak, bahkan ada yang mengatakan tidak dan masih berlaku. “Saya tidak bisa menengahi perdebatan ini, karena putusan MK tidak konsisten,” terangnya. ***

Penulis     :    Iwan Damiri 

Editor       :    Kamsari 

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top