JAKARTA, Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengusulkan wacana dana partai politik (Parpol) 50 persen ditanggung negara. Pendanaan itu sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Alokasi bantuan itu sebanyak 25 persen untuk perekrutan kader, dan 75 persen untuk pendidikan politik.
“Untuk pendanaan parpol, KPK mengusulkan agar negara ikut membantu pendanaan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, kondisi geografi, besaran parpol dan lain-lain. Porsi ideal diusulkan 50 persen dari kebutuhan parpol dengan kenaikan bertahap secara proporsional,” tegas Laode di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (18/1/2017).
Menurut Syarif wacana itu diusulkan setelah KPK mengkaji sistem politik sejak 2012 sampai hari ini. Setidaknya aAda 3 poin yang menjadi fokus KPK yaitu tentang rekrutmen, kaderisasi, dan pendanaan.
Pada Senin (21/11/2016) lalu, KPK pernah menghadirkan perwakilan parpol dan mengusulkan wacana kenaikan dana parpol. Saat itu ada Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan. Wacana itu mengundang kritik karena dianggap sarat kepentingan politik, yaitu akan menjadi legitimasi parpol untuk mendapatkan dana segar dari negara.
“Saya melihat dari sisi politisnya, dukungan KPK ini bisa sangat menguntungkan parpol, yang merasa mendapatkan legitimasi untuk meminta atau mengusulkan kenaikan anggaran dari APBN maupun dalam revisi UU parpol nantinya,” kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
Tapi, KPK beralasan kenaikan dana parpol dan ditanggung negara itu membuat pengawasan terhadap dana parpol menjadi lebih ketat melalui BPK dan BPKP. “Ini kajian komprehensif termasuk pengawasan. Ketika APBN masuk menjadi salah satu bagian dari keuangan partai politik maka pasti ada audit di situ,” jelas Syarif.