JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid menegaskan bahwa sila ke-4 Pancasila itu tidak berubah tetapi pemahaman terhadap sila itu dalam sistem ketatanegaraan utamanya pemilu yang terus berubah-ubah.
“Perwakilan itu berubah-ubah. Nah MPR sudah melakukan sosialisasi ke beberapa ormas salah satunya PBNU yang mengusulkan agar dihidupkannya kembali utusan golongan. Sebab, kalau semua penentuannya lewat pemilihan maka golongan-golongan minoritas itu tidak akan pernah menjadi wakil rakyat termasuk wartawan. Karena semuanya pakai uang,” tegas Wakil Ketua Umum PKB itu di Gedung MPR/DPR RI Senayan Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Hal itu disampaikan Jazilul pada dialog kebangsaan MPR RI bersama anggota MPR RI dari Golkar Zulfikar dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.
Menyadari biaya politik makin mahal lanjut Jazilul, maka harus dievaluasi bersama. “PKB pernah mengusulkan DPD dihapus saja, karena pemilihannya sama dengan pemilihan DPR RI. Alhasil banyak politisi masuk DPD RI. Ini penting menurut saya karena Indonesia ini sangat besar. Ada 17.000 pulau ada sekian ribu etnik dan bahasa, yang itu semuanya tidak bisa diakomodir lewat pemilihan,” ujarnya.
Menurut Jazilul, kelompok penghayat tertentu nggak akan ada yang bisa mewakili rakyat kecil. Itu artinya rakyat kecil tidak punya modal untuk masuk gelanggang politik nasional. Maka utusan golongan itu penting untuk dihidupkan kembali, tapi modelnya kayak apa? “Apalagi jumlah anggota DPR terus meningkat seiring dengan pemekaran daerah. Kalau sekarang ada 575 anggota, ke depan bisa bertambah. Juga anggota DPD RI, yang kini 134 orang,” tambahnya.
Dikatakan, bahwa utusan golongan itu sangat penting. Dimana setiap daerah memiliki kearifan lokal masing-masing. “Jangan semua dipilih dan itu pakai uang. RT dan RW sampai lurah saja dipilih langsung dan itu pakai uang. Ini saya menolak, karena membahayakan demokrasi dan tidak mencerdaskan. Sehingga pemilu 2024 nanti menjadi momentum untuk evaluasi bersama,” pungkasnya.
Tapi kata Zulfikar menghidupkan kembali utusan golongan sebagai kemunduran, setback. Karena apapun sistemnya semua harus berorientasi pada kepentingan rakyat. Sebab, rakyat yang berdaulat. “Tinggal bagaimana parpol memberi ruang pada golongan-golongan atau kelompok masyarakat adat dan sebagainya itu agar bisa berperan dalam politik nasional,” ungkapnya.
Margarito juga sependapat bahwa perwakilan itu semuanya harus dipilih rakyat, bukan ditunjuk-tunjuk lagi seperti Orde Baru. Hanya saja bagaimana agar memilih itu tidak didasarkan pada kekuatan uang. “Perwakilan itu tak boleh lagi ditunjuk-tunjuk, tapi harus dipilih rakyat,” tegasnya.
Penulis: M Arpas
Editor: Budiana