Nasional

Jangan Remehkan Over Kapasitas Lapas, DPR Ambil-Alih R-KUHAP

Jangan Remehkan Over Kapasitas Lapas, DPR Ambil-Alih R-KUHAP

JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM – Menyadari lambatnya pembahasan R-KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) oleh pemerintah, maka sembilan (9) fraksi DPR RI sepakat untuk mengambil-alih R-KUHAP tersebut akan menjadi hak inisiatif DPR RI. Keterlambatan itu akibat masih ada ego sektoral antara lembaga penegak hukum di bawah pemerintah.

“Karena tak diserahkan juga oleh pemerintah untuk dibahas di DPR RI, maka sembilan fraksi DPR sepakat untuk mengambil-alih pembahasan R-KUHAP itu menjadi inisiatif DPR RI. Kita akan ajukan ke dalam Prolegnas 2022,” demikian anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani.

Hal itu disampaikan dalam forum legislasi ‘Over Kapasitas Lapas, RUU Pemasyarakatan Dibutuhkan” bersama Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir, anggota Komisi III DPR RI FPDI-P I Wayan Sudirta, dan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar di Gedung DPR RI, Senaan Jakarta, Selasa (14/9/2021).

Over Kapasitas
Sementara itu terkait over kapasitas Lapas yang ditandai dengan terbakarnya LP kelas 1 Tangerang, pada Rabu (9/9) lalu, Arsul Sani mengusulkan perlunya Badan Nasional Lapas (BNL) yang bisa menangani masalah over kapasitas tersebut termasuk rehabilitasi. “Ya semacam BNPT untuk terorisme,” jelas Arsul.
Arsul mengakui sulit bicara Lapas ini, karena sebelumnya untuk anggaran makan saja masih utang. Tapi, sekarang sudah dianggarkan Rp200 miliar. Masalahnya, Lapas ini tak bisa diselesaikan dengan UU. “Terlebih over kapasitas itu sampai 300 persen, dan hampir 70 persen napi narkotika. Mereka ini bukan pengedar, tapi pengguna,” tambah Waketum DPP PPP itu.

Menurut Arsul, masalah Lapas itu sistemik. Sehingga tiga hal yang harus dibereskan; regulasi hukumnya, struktur lembaga hukumnya, dan budaya hukumnya. “Kalau saja penngguna, penjual dan bandar narkoba sanksi pidananya sama, keputusan hakim itu kan tidak adil, kenapa itu terjadi?” tanya Wakil Ketua MPR RI itu.

Demikian perdebatan PP No.99 terkait hak-hak hukum yang diskriminatif, karena kalau dari KPK meski sudah menjalankan sanksi hukum dan syarat-syaratnya telah dipenuhi, namun tidak bisa mendapat remisi, bebas bersyarat dan lain-lain kecuali disetujui KPK sendiri. “Koruptor KPK ini seolah-olah tak ada ampun. Padahal, sudah taubatan nashuha,” kata Arsul kecewa.

Adies Kadir juga mengatakan hal yang sama kalau Komisi III DPR sudah mengirimkan surat lima (5) kali terkait over kapasitas Lapas tersebut, namun pemerintah selalu mengatakan tidak siap. “Pemerintah malah mengajukan RUU Perdata,” ujarnya.

Lalu apa solusinya? Menurut Adies, membangun Lapas baru belum tentu menjadi solusi. Ia mengibaratkan air terjun yang tumpah ke dalam gelas dan pasti akan selalu tumpah, karena airnya terus mengalir. “Over kapasitas ini masalah besar, apalagi sampai 300 persen, dan 70 persennya adalah napi narkotika. Dimana dari 520 Lapas dan Rutan, sebanyak 403 over kapasitas, 122 tidak over kapastas, dan hanya 3 Lapas yang kekurangan napi (Yogyakarta, Gorontalo, dan Maluku Utara). Jadi, memang butuh terobosan hukum,” jelas Waketum Golkar itu.

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top