JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-Masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan diperpanjang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dari semula sampai 31 Maret 2022, menjadi 31 Maret 2023. Alasannya, salah satu satunya untuk memberikan kepastian kepada para pelaku usaha, sehingga mereka dapat mengatur likuiditasnya di tengah kondisi perekonomian yang belum pulih sepenuhnya. “Ini sejalan dengan stimulus kita, yang kita harapkan pada 2023 sudah normal kembali semuanya dan untuk itu perpanjangan menjadi 2023 sangat relevan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di, Jakarta, Rabu (8/9/2021).
Selain itu, kata Wimboh, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit juga diberikan untuk menjaga momentum perbaikan kinerja debitur yang masih dibayangi ketidakpastian akibat Covid-19.Pada saat bersamaan, perpanjangan dari ketentuan yang tercantum dalam Peraturan OJK Nomor 48 tahun 2020 itu diberikan untuk memberikan waktu kepada perbankan menyiapkan pencadangan yang sehat.
“POJK 48 perlu diteruskan supaya kita bisa menjaga momentum yang kemarin di kuartal II pertumbuhan ekonomi kita sudah cukup baik di 7,07 persen dan stabilitas perbankan juga masih terjaga,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana.
Perpanjangan restrukturisasi juga diharapkan mampu menjadi kebijakan countercyclical, yang dapat menopang kinerja debitur, perbankan, serta perekonomian secara umum. Terakhir, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit dilakukan untuk memberikan kepastian baik bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun rencana bisnis tahun 2022. Sehingga dapat lebih tepat dalam menata rencana keuangannya. “Agar mereka bisa mengambil ancang-ancang karena pada September mereka sudah mulai membuat rencana bisnis,” ucap Heru.