DHARMASRAYA, SUMBAR, SUARAINVESTOR.COM – Komite IV DPD RI melaksanakan kegiatan kunjungan kerja (Kunker) dalam rangka Pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana Komite IV DPD RI fokus pada pengawasan Penggunaan Dana Desa pada masa pandemi, sesuai dengan lingkup kerja Komite.
Sukiryanto selaku Ketua Komite IV DPD RI dalam menyampaikan bahwa ketentuan mengenai penggunaan dana desa untuk BLT (bantuan langsung tunai), program ketahanan pangan, dukungan pendanaan penanganan covid-19 dan program prioritas masih menghadapi beberapa tantangan. Diantaranya masih kurangnya kemampuan aparatur desa yang responsif dan adaptif terhadap perubahan regulasi yang dinamis, dan masih lemahnya kemampuan memetakan kebutuhan kegiatan dan anggaran prioritas, pemublikasian, pelaporan dan pertanggungjawaban serta kebijakan daerah.
“Agar terhindar dari penyimpangan di dalam pengelolaan Dana Desa, maka diperlukan peran pendampingan oleh BPKP untuk menyosialisasikan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan dana desa,” kata Sukiryanto, Minggu (20/3/2022).
H. Leonardy Harmainy, Anggota Komite IV DPD RI dari Sumatera Barat selaku tuan rumah dan koordinator tim Kunjungan Kerja menyampaikan apresiasinya kepada 16 anggota Komite IV DPD RI yang hadir dalam kegiatan Kunker di Dharmasraya ini. “Sebagai Senator yang mewakili Sumbar, saya berharap aspirasi hasil dari pertemuan hari ini akan menjadi masukan bagi Komite IV dan disampaikan kepada mitra kerja terkait pada kegiatan rapat Komite dengan Mitra kerja,” ujarnya.
H. Adlisman, S.Sos., M.Si, Sekda Kabupaten Dharmasraya yang hadir mewakili Bupati Dharmasraya menilai bahwa pengaturan penggunaan dana desa minimum 40% untuk BLT berpotensi menimbulkan kekakuan dalam pemanfaatan Dana Desa setiap Desa/Nagari yang memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda-beda.
“Penggunaan Dana Desa cukup diatur secara makro dalam bentuk Prioritas Penggunaan Dana Desa, tetapi Persentase penggunaan disesuaikan dengam kebutuhan dan karakter Desa/Nagari masing-masing. Terima kasih kepada Komite IV DPD RI yang telah hadir di Dharmasraya dalam rangka kunjungan kerja,”,
jelas Adlisman.
Staf Ahli Gubernur Sumatera Barat bidang Ekonomi Keuangan Drs. H. Syafrizal yang hadir mewakili Gubernur berpendapat bahwa Dana Desa ini tidak efektif. “Dana Desa tidak efektif karena terlalu diatur oleh Pemerintah Pusat. Jika pengaturan penggunaan dana desa minimal 40% untuk BLT, maka hal ini akan menimbulkan persoalan. Saya meminta agar dana desa ini jangan terlalu diatur agar desa/nagari dapat leluasa menjalankan program pembangunan,” tambahnya.
Melalui dana Desa, nagari diberi kesempatan besar dalam melaksanakan pembangunan. Namun kata Dessy Adlin, masih terdapat beberapa temuan permasalahan.
Kepala BPKP perwakilan Sumatera Barat yang hadir dalam pertemuan ini mengatakan, temuan permasalahan yang kerap muncul diantaranya mengenai kelalaian administrasi , penggunaan dana desa yang tidak tepat guna dan tepat sasaran. Untuk itu, Dessy meminta komitmen dari semua pihak di dalam pengelolaan penggunaan dana desa.
“Kami minta agar ada komitmen dari inspektorat Kabupaten untuk dapat melakukan pengawasan Dana Desa agar tidak ada aparat desa yang terjerat masalah hukum,” ungkap Dessy.
Senada Staf Ahli Gubernur, wali Nagari yang hadir juga berpendapat bahwa ketentuan mengenai 40 % penggunaan dana desa untuk BLT kurang sesuai bagi Dharmasraya karena warga Dharmasraya sebagian besar adalah warga yang mampu. Selain itu, menurut wali Nagari, peraturan dari tiga Kementerian (Kemenkeu, Kemendagri, Kemendes PDT) tentang dana desa cukup membingungkan, “Kami mohon agar tiga Menteri itu membuat peraturan bersama, dan jangan membuat aturan sendiri-sendiri agar kami tidak bingung,” kata Julisma, Wakil Ketua Asosiasi Wali Nagari (Aswana).
Menyikapi itu, Ajiep Padindang, Senator dari Sulawesi Selatan menjelaskan bahwa dana desa merupakan bagian dari Dana transfer daerah, dimana hal ini merupakan kewajiban Pemerintah Pusat. “Dana desa adalah anggaran dari pemerintah pusat yang ditransfer ke pemerintah daerah, maka Pusat berhak mengatur atas pelaksanaan dan penggunaan dana desa tersebut,” jelas Ajiep.
Terkait penggunaan dana desa yang 40% untuk BLT, Ajiep meminta BPKP agar melakukan sosialisasi mengenai penyesuaian ketentuan yang ada dalam Perpres No. 104/2021.
Sementara itu Bambang Santoso, Anggota Komite IV DPD RI Dapil Bali justru mempertanyakan pernyataan Wali Nagari yang seolah-olah Dharmasraya tidak membutuhkan dana desa karena Dharmasraya adalah kabupaten yang Sebagian besar penduduknya tergolong mampu. “Saya hari ini melintasi beberapa daerah di Dharmasraya, dimana kondisi jalan banyak berlubang dan got yang sangat kotor, jauh sekali dari gambaran daerah yang mampu dan sejahtera,” ungkap Bambang.
Muhammad J. Wartabone, Senator asal Sulawesi Tengah mengatakan bahwa apa yang menjadi pembahasan hari ini di Dharmasraya akan dijadikan sebagai rekomendasi tertulis Komite IV DPD RI yang akan dismapikan kepada Mitra kerja terkait.
“Mengenai aturan BLT 40% , DPD RI perlu membuat sebuah ketegasan untuk mengusulkan agar ada tambahan ketentuan bahwa 40% ini berlaku bagi daerah-daerah tertentu, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing,” kata Wartabone.
Selain itu, aspirasi mengenai peraturan tentang dana desa yang membingungkan Nagari, Wartabone berpendapat sebaiknya cukup satu Kementerian saja yang membuat aturan tentang Dana Desa tersebut.
Sebelum rapat kunjungan kerja ini ditutup oleh Ir. H. Dharmansyah selaku Wakil Ketua Komite IV DPD RI, perwakilan DPD Sumatera Barat, Maswar Dedi menyampaikan harapannya agar ada peraturan khusus untuk Nagari terkait ketentuan penggunaan dana desa (40% untuk BLT). “Peraturan jangan disamakan dengan daerah lain karena Nagari memiliki keunikan/kekhasan tersendiri,” pungkas Dedi.
Penulis: Arpas
Editor: Kamsari