JAKARTA-PT HM Sampoerna Tbk, (HMSP) mengakui kenaikkan tarif cukai sebesar 13,46% pada 2017 tentu akan berdampak harga jual rokok kepada konsumen. Namun begitu pabrik rokok belum mau berterus terang berapa besar kenaikan tersebut. “Ada rokok mesin dan kretek tangan, rokok putih dan kretek idealnya harus dibicarakan bersama. Tentu harga rokok harus selaras kemampuan daya beli masyarakat,” kata Direktur PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), Yos Adiguna Ginting di Jakarta, Senin (3/10/2016).
Seperti diketahui kenaikkan tarif cukai sebesar 13,46% untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM), dan terendah adalah sebesar 0% untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB. Rencana ini akan diterapkan tahun depan. Selain itu, kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54% dan kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata sebesar 12,26% juga di tahun depan.
Lebih jauh Yos Adiguna Ginting menjelaskan harga produk rokok harus mengikuti daya beli masyarakat. Mestinya mengikuti daya beli, kalau tidak, maka berpotensi marak rokok ilegal. “Rokok ini memiliki dua karakteristik. Satu, penyerapan tenaga kerja terbesar. Kedua, kontribusi penerimaan negara besar. Rumusannya harus pas. Kalau nggak, cukai sebagai pengendali konsumsi mereka lari ke rokok ilegal yang tidak membayar cukai,” jelasnya.
Dikatakan Yos, harga jual produk rokoknya akan naik, tapi tidak terlalu tinggi. “Tentu jangan tinggi-tinggi. Jadi sesuai kenaikan daya beli masyarakat,” ujarnya
Ia juga belum bisa memastikan besaran harga baru produk rokok Sampoerna. Terlebih dahulu, ia akan menunggu detil tarifnya. “Jadi kita tunggu sampai angka keluar, karena struktur cukai cukup kompleks. Ada 12 strata, kita tunggu sampai angka keluar banderolnya berapa baru kita bisa lebih,” ujarnya.
Secara umum, kata Yos, sektor rokok ini sangat penting buat Indonesia baik penerimaan negara, ataupun penyerapan tenaga kerja. Maka dari itu perlu perhatian yang besar. “Memang sektor secara umum situasinya cukup sulit atau trennya menurun tetap terjaga aspek atau dua kontribusi tenaga kerja dan penerimaan negara,” jelasnya.
Menurutnya, kajian yang dilakukan dalam menetapkan harga baru butuh waktu yang tidak sebentar. “Karena dua bulan diajukan, tunggu beberapa hari pasti setiap pabrikan sudah bisa beri, karena masing-masing merek dia di tipe mana kisaran harga berapa angkanya beda-beda. Tunggu satu dan dua hari hasil evaluasi kita,” pungkasnya.
