Perbankan

Gara-Gara Kasus Rafael, Pengamat Sebut Tax Amnesty Dinilai Gagal

Gara-Gara Kasus Rafael, Pengamat Sebut Tax Amnesty Dinilai Gagal
pengamat Hukum Ekonomi Salamudin Daeng (tengah) serta Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah (kanan).

JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM Pengamat Hukum Ekonomi, Salamudin Daeng menilai Kementerian Keuangan telah berubah menjadi pusat pencucian uang akibat gagalnya kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) selain munculnya kasus dugaan pencucian uang bernilai ratusan trliunan rupiah.
Pernyataan itu disampaikannya merujuk pada kasus mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo yang diduga menyembunyikan kekayaan dan penggelapan pajak dalam jumlah sangat fantastis hingga Rp300 triliun. “Mari kita lihat kembali peristiwa yang heboh di kita sekarang, tiba-tiba Pak Mahfud (Menko Polhukkam) ngomong bahwa uang Rp300 triliun itu bukan merupakan hasil korupsi, tapi merupakan pencucian uang, nah ini terkonfirmasi sudah,” kata Salamudin dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema “Membedah Laporan LHKPN di Tengah Sorotan Gaya Hedon Pejabat ” di Gedung DPR, Kamis (16/3/2023).

Turut jadi narasumber dalam acara diskusi itu Anggota Komisi XI Kamrussamad (F Gerindra) dan Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto (F-Demokrat) serta Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah.

Menurut Salamudin, salah satu penyebab kementerian itu menjadi pusat pencucian uang adalah pemberlakuan kebijakan tax amnesty yang tidak mempersolkan asa-usul datangnya sumber kekayaan. “Ada dua metode yang paling sering dipakai. Satu anda cuci uang itu supaya menjadi legal dan kedua, dana itu disita oleh negara sehingga tidak ada urusan legal dan tidak legal lagi karena negara yang mengambil peran itu,” ujar pengamat itu merujuk pada sebuah buku yang pernah ditulis oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 2015.

Dia menyebutkan pada 16 Juli tahun 2016 Indonesia mengesahkan Undang-undang Tax Amnesty yang menjadikan Indonesia sebagai suatu negara yang menjadi pusat pencucian uang terbesar di dunia. Alasannya, dasar pemberlakuan tax amnesty adalah tidak perlu mengetahui asal-usul uang. Dalam konteks itu, pemerintah tidak mencampuri asal usul uang dan yang penting uang masuk ke dalam ekonomi Indonesia dengan membayar denda kepada negara. “Jadi ada pernyataan Pak Jokowi bahwa saat itu ada 11.000 triliun uang kita yang tersimpan di luar, ada di Swiss sekitar 7000 triliun ada di Singapura sekitar 4.000 triliun tahun 2016,” ujarnya.

Sementara itu, Kamrussamad mengatakan kasus terbaru yang terjadi di Kementerian Keuangan itu menunjukkan revolusi mental yang didengungkan Presiden Jokowi belum mencapai sasarannya. Hal itu terlihat dari sejumlah kasus yang terjadi Keenterian Keuangan, Dia mengakui keinginan politik (political will) dari pemerintah ternyata berbeda dengangan fakta yang dihadapi di lapangan. Karena itu dibutuhkan action will yang tidak hanya berupa penegakkan hukum, tapi juga penguatan pengawasan. “Jadi artinya bahwa SDM harus terus dilakukan pembinaan dan pengawasan untuk mencegah terjadinya potensi penyimpangan,” ujar Kamrussamad.

Sedangkan Koordinator Humas PPATK, Natsir Kongah mengatakan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa pencucian uang yang dilakukan oleh mantan Pejabat Ditjen Pajak Eselon III Rafael Alun dilakukan secara terencana, struktural, dan melibatkan banyak pihak.  Pencucian uang itu disebut PPATK dilakukan sindikat profesional, melibatkan jasa profesional pencucian uang, konsultan pajak, tenaga ahli hukum, hingga jasa berbadan hukum lainnya.***

Penulis   :   Chandra

Editor     :   Chandra

BERITA POPULER

To Top