JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM- Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) DR (HC) Ir. Siswono Yudo Husodo menyoroti berkembangnya gerakan teroris yang hingga kini masih menjadi persoalan bangsa.
Menurut mantan Calon Wakil Presiden di Pemilu Presiden 2004 ini, bibit teroris sebenarnya lahir karena adanya fanatisme buta.
“Sekarang yang paling kita takuti adalah berkembangnya fanatisme buta. Yang sebenarnya dalam agama menolak kekerasan. Fanatisme buta itu bisa berkembang menjadi ekstrimis. Ekstrimis bisa berkembang menjadi fundamentalis. Fundamentalis bisa menjadi radikalisme, dan ini adalah bibit-bibit dari teroris,” ujar Siswono pada sambutan Peresmian Pura Widya Santika yang berada di lingkungan Universitas Pancasila, Jakarta, Sabtu (18/12/2021).
Hadir dalam peresmian pura tersebut antara lain Ketua Dewan Pembina The Sukarno Center Sukmawati Soekarnoputri, Anggota DPD RI Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III, Rektor Universitas Pancasila (UP) Prof. Dr. Edie Toet Hendratno, Wakil Rektor II UP merangkap Pimpinan proyek pembangunan Pura Widya Santika UP Dr. Novi Yantih, MM.SI., APT, Ketua Suka Duka Hindu Dharma (SDHD) Jakarta Raya I Made Sudarta, perwakilan umat Hindu serta tamu undangan lainnya.
Siswono menilai Pura Widya Santika UP merupakan kado yang diberikan generasi sekarang ini kepada nenek moyang leluhur yang ada di nirwana. “Semoga nenek moyang kita di Nirwana berbahagia. Dengan dibangunnya pura menjadi kado yang sangat membahagiakan yang dibangun generasi penerusnya saat ini,” ujarnya.
Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Menteri Transmigrasi dan PPH di era Presiden Soeharto ini mengungkapkan proses pembangunan pura, karena Pura Widya Santika dibangun yang proyek pembangunan diketuai oleh seorang muslim. Hal itu untuk menunjukkan hubungan harmonis yang memang sudah diteladani oleh Presiden Sukarno (Bung Karno) selaku faunding fathers.
“Ini suatu gambaran yang menunjukkan bukan tanpa alasan. Karena pada waktu membangun Masjid Istiqlal pun, oleh Bung Karno ketika itu memilih arsitek yaitu Silaban, seorang yang beragama Kristen,” ujar Siswono.
Ia berharap kehadiran Pura Widya Santika yang pembanguynan bersamaan dengan pembangunan tempat peridabatan lainnya yaitu Masjid, Gereka Katolik, Gereja Protestan, Vihara, dan Klenteng dapat membentuk mahasiswa dan masyarakat di sekitar kampus sebagai umat terbaik dalam perilakunya.
“Yang muslim menjadilah muslim baik yang menjadi, yang kristen menjadi Kristen yang baik. Hidup berdampingan manakala sudah baik pasti akan berjalan dengan baik,” katanya.
Menukil karya Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma yaitu Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa, Siswono mengatakan pembangunan enam rumah ibadah lengkap sesuai agama resmi yang diakui negara dalam satu lingkup kampus di UP pada dasarnya ingin mengajarkan pada mahasiswa dan masyarakat bahwa asas keadilan sosial bagi semua pemeluk agama harus diwujudkan.
“Dalam kitab itu diajarkan tentang ajaran Tat Swam Atsi. Yang artinya kita semua sama, bersaudara. Berbeda dengan orang barat. yang memiliki paham homo homini lupus yaitu manusia adalah Serigala bagi manusia yang lain,” tegasnya.
Di tempat sama, Rektor UP Prof. Dr. Edie Toet Hendratno mengatakan
meski Pura Wdiya Santika berada di lingkup kampus UP, namun sebenarnya pura ini miliknya orang Hindu.
“Saya mengucapkan selamat kepada keluarga besar umat Hindu di Universitas Pancasila maupun umat Hindu di seluruh wilayah DKI. Kalau ini boleh saya katakan. Pura ini miliknya orang Hindu. Jadi bukannya hanya milik mahasiwa UP,” ucap Edie Toet.
Penulis : A. Rahman
Editor : Budiono
