Nasional

Fahri Hamzah: Meski Superbody, KPK Harus Tunduk pada Hukum

Fahri Hamzah: Meski Superbody, KPK Harus Tunduk pada Hukum

JAKARTA, Kehadiran parlemen di seluruh dunia adalah pertanda hadirnya daulat rakyat dan demokrasi. Hal itu karena sistem perwakilan adalah jaminan bagi adanya prinsip ‘check and balance’ dalam cabang kekuasaan. Yaitu eksekutif, legislatif dan judikatif, yang harus saling menghargai fungsi masing-masing. Sebab, kalau tidak, maka bisa berakibat negara terhenti dan buntu, dan ini bisa mengarah kepada krisis ketatanegaraan.

Demikian disampaikan pengusul hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah pada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Dengan demikian kata politisi PKS itu KPK harus taat kepada prinsip ketatanegaraan Indonesia. Mengingat semua cabang kekuasaan legislatif di seluruh dunia dapat mengontrol penggunaan uang dan kekuasaan sebesar apapun. “Apalagi KPK yang merupakan lembaga ‘superbody’ yang bekerja secara ‘extra judisial’ maka kekuasaan besar yang dimiliki harus bisa diawasi.

Dimana kepatuhan KPK terhadap hukum tata negara merupakan cermin ketundukan kepada hukum termasuk kepada SOP yang KPK buat sendiri. “Jika kepada hukum tata negara saja tidak taat, maka ini pertanda ada pelanggaran lain yang lebih besar di dalam KPK itu sendiri,” ujarnya.

Karena itu dia merekomendasikan:

1. Terkait pemberitaan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menyatakan bahwa DPR berupaya untuk melemahkan KPK melalui Pansus Hak Angket KPK, Pimpinan DPR perlu:

Menjelaskan kepada seluruh pihak bahwa Pansus Hak Angket KPK dibentuk untuk membangun prinsip-prinsip penegakan hukum dan penguatan KPK;

Menjelaskan kepada masyarakat bahwa DPR berkomitmen dan mendukung penuh terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

2. Terkait ketegasan Pemerintah dalam membatasi impor terutama dari Cina yang dapat mematikan produsen lokal, Pimpinan DPR perlu:

Meminta Pemerintah untuk meninjau ulang perjanjian perdagangan bebas dengan China (ASEAN China Free Trade Agreement/ACFTA), mengingat Indonesia mengalami kerugian;

Meminta Pemerintah untuk bisa lebih tegas dan mengubah orientasi kerja sama Indonesia dengan Cina yang selama ini cenderung timpang (sebagian besar produk ekspor Indonesia ke Cina adalah produk mentah sementara Cina mengekspor bahan jadi yang nilai tambahnya lebih besar ke Indonesia);

Meminta komitmen Pemerintah untuk menerapkan kewajiban industri nasional untuk menyerap 30 persen serapan produk lokal dan lebih banyak memberikan insentif kepada produsen lokal agar bisa bersaing dengan produk dari Cina.

3. Terkait kemenangan Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir dalam merebut gelar juara BCA Indonesia Open Super Series Premiere 2017, Pimpinan DPR perlu mengucapkan selamat karena telah mengharumkan nama bangsa Indonesia.

BERITA POPULER

To Top