JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM–Bank Indonesia (BI) diminta tetap mempertahankan kebijakan suku bunga pada 5,75 persen untuk menjaga stabilitas rupiah. Namun seiring dengan mempertahankan kebijakan suku bunga, BI perlu juga mencermati keputusan The Fed pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC). “Keputusan The Fed untuk mempertahankan tingkat suku bunga telah memberikan Indonesia kesempatan untuk mempertahankan selisih imbal hasil antara Obligasi Pemerintah dengan US Treasury Bonds,” kata Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky di Jakarta, Selasa, (25/7/2023).
Hal tersebut, kata Teuku, bisa memberikan dampak yang positif ditandai dengan adanya aliran dana masuk ke Indonesia serta kinerja rupiah yang kuat dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya. Selain itu, lanjut Teuku, pertimbangan lain yang membuat BI diminta mempertahankan kebijakan suku bunga pada 5,75 persen adalah pengaruh angka inflasi yang turun dan berhasil masuk ke dalam kisaran target BI sebesar 2-4 persen.
Indikator lain seperti Indikator Kinerja Kunci (IKK) dan Purchasing Managers Index (PMI) juga menunjukkan kondisi perekonomian domestik tetap solid dengan ekspektasi konsumen yang positif, serta kegiatan produksi yang ekspansif. Sejak Februari 2023, laju inflasi disebut melanjutkan pola penurunan selama empat bulan berturut-turut. Pada Juni 2023, tercatat inflasi sebesar 3,52 persen year on year (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan inflasi Mei 2023 sebesar 4,00 (yoy).
Dengan tingkat yang tercatat saat ini, ucapnya, inflasi domestik telah kembali pada kisaran target BI sebesar 2-4 persen setelah sempat melampaui batas atas target tersebut selama 12 bulan terakhir. Pada Juni 2022, Indonesia disebut mencatatkan tingkat inflasi yang tinggi sebesar 4,35 persen (yoy), dipicu disrupsi rantai pasok komoditas pangan dan energi disebabkan peningkatan ketegangan antara Rusia dengan Ukraina. “Angka inflasi yang tinggi pada periode yang sama tahun lalu, kemudian berhasil menciptakan high-base effect, yang kemudian mempengaruhi angka inflasi Juni tahun ini,” kata Teuku.
Di sisi lain, penurunan inflasi Juni 2023 turut didukung adanya konsistensi kebijakan moneter yang dibarengi dengan koordinasi solid antara BI dan pemerintah dalam bentuk program pengendalian inflasi seperti Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dan Gelar Pasar Pangan Murah (GPM). “Secara bulanan, laju inflasi pada Juni 2023 meningkat menjadi 0,14 persen (month to month/MoM) dari 0,09 persen (MoM) seiring peningkatan frekuensi kegiatan setelah hari raya Idul Adha dan musim liburan sekolah,” pungkasnya.***
Penulis : Iwan Damiri
Editor : Kamsari