Nasional

DPR Optimis UU Ciptaker Tingkatkan Penerimaan Sektor Pajak

DPR Optimis UU Ciptaker Tingkatkan Penerimaan Sektor Pajak

JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Bank Dunia mencatat rasio pajak Indonesia paling rendah dibandingkan negara berkembang lain (emerging and developing market economies/ EMDEs). Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia berada pada peringkat ke-73 dari 190 negara dengan skor kemudahan berusaha 67,96 pada tahun 2020 yang cenderung stagnan dari tahun 2019.

Untuk itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga mengatakan adanya optimisme melalui terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Perpajakan. Bahkan, menurutnya Indonesia tengah bersiap menjadi negara maju dengan pendapatan per-kapita masyarakat yang tinggi pada 2045.

“Ini disampaikannya dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dengan tema acara “UU Cipta Kerja Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan”.

“Diaturnya klaster perpajakan di dalam UU Cipta Kerja memiliki tujuan untuk meningkatkan pendanaan investasi yang nantinya dapat menyerap tenaga kerja seiring dengan tantangan bonus demografi kita di masa mendatang, mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela, dan meningkatkan kepastian hukum. Terlebih di situasi pandemi ini kita harus dapat segera memulihkan ekonomi kita,” kata Eriko dalam diskusi di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dengan tema “UU Cipta Kerja Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan”, Kamis (17/12).

Melalui UU Cipta Kerja ini, kata Ketua DPP PDI Perjuangan bahwa terdapat klaster Perpajakan yang memuat 4 Pasal yang secara langsung mengubah UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), Undang-Undang Pertambahan Nilai (PPn), dan UU Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.

Untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan tersebut, Eriko mendesak perlu diaturnya kebijakan baru guna melakukan perbaikan secara struktural dan fundamental. Pertama, melalui penghapusan pajak penghasilan (PPh) atas dividen dalam dan luar negeri selama diinvestasikan di Indonesia. Kedua, dengan penyusunan tarif PPh Pasal 26 atas Bunga. Ketiga, penghasilan WNA dan SPFN hanya atas penghasilan dari Indonesia.

Kedua, relaksasi hak perkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak. Ketiga, penyesuaian sanksi administrasi dan imbalan bunga. Terakhir, rasionalisasi Pajak Daerah dalam rangka mendukung kebijakan fiskal nasional dan kemudahan berusaha. Harapannya, semua langkah tersebut dapat semakin memberikan kepastian hukum dan menghindari dari berbagai masalah perpajakan.

“Saya melihat adanya perbaikan dan kepastian hukum dalam berbagai masalah perpajakan dalam Undang-Undang ini. Untuk itu dalam diskusi ini juga kita dapat saling memberikan masukan baik dari pelaku usaha, asosiasi, konsultan, dan akademisi sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengerti dan memahami terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam ketentuan atau peraturan yang baru dan juga implementasi ke depannya,” pungkas Eriko.

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top