JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM-– Kondisi pandemi Covid-19 membuat banyak industri terdampak, terutama UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) mengalami beban yang cukup berat. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Kementerian Koperasi dan UMKM terus berupaya membangkitkan sektor UMKM agar tetap bertahan di masa serba sulit ini dengan beragam insentif. Insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah untuk kembali menggairahkan UMKM, nyatanya dirasa masih kurang optimal.
Mengutip Kompas.com, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo menyebutkan hingga saat ini hanya ada sekira 200.000 UMKM yang mendaftarkan diri untuk memperoleh insentif pajak. Jumlah ini tentunya jauh dari total UMKM yang tahun lalu sudah tercatat sebagai wajib pajak. “Dari statistik yang kami miliki, sampai dengan hari ini yang mendaftar untuk mndapatkan manfaat insentif pajak atau untuk tidak dipungut PPh UMKM ini baru sekitar 200.000-an wajib pajak. Tahun kemarin yang membayar ada 2,3 juta lebih, ini kurang dari 10 persen dibandingkan tahun kemarin,” katanya, Senin (13/7/2020).
Minimnya UMKM yang mendaftar untuk memperoleh insentif tersebut membuat Suryo bertanya, apakah pendaftaran cukup sulit atau memang ada masalah lain yang dihadapai UMKM. Padahal dengan memanfaatkan internet, seluruh pendaftaran insentif pajak bisa dilakukan UMKM tentunya cukup mudah tanpa perlu susah payah hadir ke kantor pajak. “Cara pendaftaran enggak susah, karena ada fasilitas online. Mungkin sosialisasi kurang cukup, padahal kemarin ada 2 jutaan e-mail kita kirimkan serentak. Tapi secara statistik angka 200.000 ini belum bergerak signifikan,” tambahnya.
Sebelum masa pandemi Covid-19, pemerintah menarik pajak penghasilan UMKM sebesar 1 persen dari omzet. Selain tarifnya rendah, penghitungannya juga mudah. Namun, pada tahun 2018 pemerintah kembali menggelontorkan insentif ekstra untuk UMKM yaitu tarif pajak penghasilan yang hanya dibebankan sebesar 0,5 persen bagi UMKM dengan omzet bawah Rp 4,8 miliar per tahun. “Pada kondisi pandemi kemarin, sebagian besar UMKM berdampak, jadi insentif yang bisa kita gunakan ke mereka yang 0,5 persen itu kita beri kebebasan. Jadi 0,5 p rsen itu yang seharusnya dibayar, tidak perlu dibayar tapi pemerintah yang tanggung,” jelas dia.
Suryo menjelaskan pemerintah menggelontorkan dana Rp 123 triliun dalam keseluruhan pagu yang untuk menggerakkan UMKM dimana total insentif untuk PPh 0,5 persen adalah Rp 2,4 triliun.Nominal ini rencanya akan dibebaskan sampai dengan September 2020 dan rencananya akan diperpanjang sampai Desember 2020. “Paling tidak, UMKM bisa memanfaatkan 0,5 persen dari omzet tadi untuk menjaga kelangsungan usaha dan mengembangkan lagi, atau dengan dana Rp 123 triliun yang secara bertahap dijalankan,” tambah dia.
Sementara itu, Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit menyebutkan selama pandemi Covid-19 Kemenkop aktif melakukan sosialisasi kepada UMKM untuk menyadari pentingnya membayar pajak. Namun, kurangnya pengetahuan membuat bayak UMKM yang belum sadar akan manfaat insentif pajak tersbut. “Tantangannya, UMKM itu kurang memahami manfaatnya. Ini yang kalau bisa ke depan kita bersama di level daerah, dinas pajak dan koperasi aktif mensosialisasikan dengan menguabah mindset UMKM, ternyata pajak itu tidak mengerikan, tapi justru memberikan kehidupan,” jelas Victoria.
Victoria juga menyebut, hal ini bisa dilakukan dengan mulai mengubah struktur bahasa agar lebih ramah UMKM. Sehingga para pelaku UMKM tidak merasa terbebani, dan bahkan tertangkap ketika akan mengurus pajaknya. “Itulah mengapa bahasanya bisa diubah dari ‘insentif’ menjadi ‘diskon pajak’. Sehingga saat mereka datang ke kantor pajak, tidak merasa takut seperti mau ditangkap,” tambah dia.
Victoria juga menjelaskan, Kemenkop dan UMKM terus melakukan pendampingan bagi para UMKM dalam mendapatkan insentif pajak. Namun, yang menjadi persoalan adalah pendamping yang mendampingi pelaku UMKM terkadang masih belum paham mengenai pajak. ***
Sumber: Kompas.com