JAKARTA,SUARAINVESTOR.COM – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo meminta pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengawasi dan mengontrol seluruh produksi rokok elektrik, liquid Vape yang banyak disalahgunakan dengan menggunakan narkoba, sehingga menjadikan candu khususnya yang impor dan sedang tren di kalangan anak muda.
“DPR ingin kontrol dan awasi ketat produk rokok elektrik atau vape yang lagi ngetren di kalangan anak muda. Khususnya yang impor, yang disalahgunakan dengan isi zat adiktif maupun narkoba. Kalau bisa kita produksi sendiri dengan bahan baku tembakau,” tegas politisi Golkar itu.
Hal itu disampaikan Firman Subagyo dalam diskusi forum legislasi “Mengkaji Lebih dalam Zat Adiktif di RUU Kesehatan” bersama Aryo Andrianto (Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia/APVI) dan Sofyan Sjaf (Pengamat Kebijakan Publik IPB) di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Lebih lanjut anggota Baleg DPR RI itu menegaskan kalau rokok vape itu diproduksi dalam negeri dan menggunakan bahan baku tembakau, maka akan menumbuhkan perekonomian rakyat; dari petani, UMKM hingga perusahaan besar dan itu akan menambah nilai cukai rokok yang selama ini mencapai sekitar Rp187 triliun/tahun.
“Jangan pajak atau cukai rokoknya diambil, tapi rokok dan tembakaunya selalu diganggu dengan alasan mengakibatkan penyakit, sakit dan membawa kematian. Padahal yang tergantung pada tembakau ini mencapai 5 juta rakyat. Jadi, BP POM harus awasi itu rokok liquid, elektrik, vape agar tidak membahayakan masyarakat, dan tidak memasukkan komoditi zat adiktif ke dalam RUU Kesehatan, karena tidak ada relevansinya, bahwa Kemenkes harus fokus pada pelayanan kesehatan yang masih belum optimal sekarang ini,” ungkapnya.
Menurut Firman tembakau itu berbeda dengam narkoba. Justru tembakau banyak manfaatnya untuk kesehatan; dari menyembuhkan beberapa penyakit, menjaga ketahanan, imun tubuh, untuk herbal dan sebagainya. Karena itu, tak boleh ada UU yang diskriminatif terkait tembakau, narkoba dan zat adiktif itu. “Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pun memperbolehkan tembakau masuk ke dalanm UU Kesehatan, karena tak ada kaitannya dengan zat adiktif dan apalagi narkoba. Jadi, zat adiktif dalam RUU Kesehatan itu dari mana?” tanya Firman.
Sementara itu, Aryo juga menolak Vape disamakan dengan narkoba maupun rokok konvensional, karena sistim dan manfaatnya berbeda. Sekarang pun sudah banyak digunakan di negara-negara di dunia. Seperti Singapura, Hongkong, Inggris, Newzeland, dan lain-lain.
Karena itu, perlu perhatian industri agar bisa diproduksi di dalam negeri dengan bahan tembakau lokal. “Memang tidak 100 persen vape itu aman, semua berisiko dan vape 95% aman dan kini memiliki 6 juta pengguna, mempekerjakan 200 ribuan orang, dan melibatkan 10 ribu hingga 15 ribuan pengusaha kecil dan menengah Indonesia.
Sofyan juga mempertanyakan siapa yang menitipkan pasal adiktif dalam RUU Kesehatan tersebut, bukannya Kemenkes harus fokus pada pelayanan kesehatan yang belum optimal?
“Tembakau kita ini ada di 14 Provinsi dengan kualitas sangat baik, menghasilkan cukai rokok hingga Rp192,5 triliun/tahun, dan melibatkan jutaan petani dan pekerja. Kalau tembakau akan dimasukkan sebagai zat adiktif, lalu siapa yang akan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan petani, pekerja, dan penghasilan cukai rokok tersebut?” tanya Sofyan.
Penulis: M Arpas
Editor: Kamsari